BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Rabu, 18 September 2013

Ciri-ciri guru humanis



MAKALAH PEMBINAAN KEPRIBADIAN GURU PAI II
Tentang
Ciri-ciri guru humanis
 
Di Susun Oleh : Witry Yulia

PROGRAM STUDI  PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI-YDI)
LUBUK SIKAPING
Tahun Pelajaran 2011/2012




KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah seru sekian alam. Shalawat dan salam semoga tetap dicurahkan kepada Rasulullah Rahmat bagi alam semesta, para sahabat, keluarga dan umatnya.
Makalah ini berjudul ciri-ciri guru humanis. Di dalamnya disajikan dari bab I sampai bab III. Bab I yaitu pendahuluan di dalamnya latar belakang, mengambarkan secara umum makalah ini dan tujuan adalah menjelaskan keinginan yang akan dicapai dalam penulisan makalah ini. Untuk Bab II yaitu membahas tentang ciri-ciri guru humanis secara detail, untuk kesimpulan pada makalah ini disajikan pada Bab III yaitu menyimpulkan isi dari makalah ini dan menjawab tujuan.
Makalah ciri-ciri guru humanis semoga bermamfaat, terutama bagi penulis dan pembaca pada umumnya.


Lubuk Sikaping, 03 Maret 2012


  Penulis,




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Humanis adalah sebuah pendekatan psikologis yang menitikberatkan pada masalah-masalah kepentingan manusia, nilai-nilai, dan martabat manusia. Aplikasi humanis lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanis adalah menjadi fasilitator bagi para siswa dan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Menurut Rogers (dalam Palmer 2003), pendidikan menuntut perlunya perilaku guru yang menerima siswa sesuai potensinya, menciptakan hubungan yang saling percaya dan nyaman, dan membangun hubungan dialogis yang memberdayakan siswa untuk mencapai aktualisasi diri. Proses pembelajaran yang baik menurut Purkey & Novak (dalam Eggen & Kauchak, 1997) adalah proses yang mengundang siswa untuk melihat dirinya sebagai orang yang mampu dan  bernilai, mengarahkan  diri sendiri, dan pemberian semangat kepada mereka untuk berbuat sesuai dengan persepsi dirinya tersebut.
Uraian tersebut menunjukkan pentingnya menilai dan menerima anak secara positif,  membangun hubungan dan kepercayaan siswa, dan mengembangkan pembelajaran yang memberdayakan siswa untuk mencapai aktualisasi dirinya. Di sisi lain, keadaan yang sering kita jumpai justru seringkali menempatkan siswa dalam posisi tidak berarti, selalu salah, dan hubungan “guru benar dan siswa salah”.



B. Tujuan
1.      Mengetahui Pengertian guru humanis
2.      Mengetahui ciri-ciri guru humanis




BAB II
CIRI-CIRI GURU HUMANIS

Pengertian humanis yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dalam pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanis biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia, Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik.
Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia, bukan spesies lain. Ki Hajar Dewantara juga berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.
Aplikasi humanis lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanis adalah menjadi fasilitator bagi para siswa dan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Jadi Humanis adalah sebuah pendekatan psikologis yang menitikberatkan pada masalah-masalah kepentingan manusia, nilai-nilai, dan martabat manusia.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, guru humanis, adalah tindakan guru baik bahasa verbal dan non verbal yang menghargai kapasitas siswa dan memperlakukan siswa dengan rasa hormat dan empati sesuai karakteristik masing-masing.
Menurut Rogers (dalam Palmer 2003), pendidikan menuntut perlunya perilaku guru yang menerima siswa sesuai potensinya, menciptakan hubungan yang saling percaya dan nyaman, dan membangun hubungan dialogis yang memberdayakan siswa untuk mencapai aktualisasi diri. Proses pembelajaran yang baik menurut Purkey & Novak (dalam Eggen & Kauchak, 1997) adalah proses yang mengundang siswa untuk melihat dirinya sebagai orang yang mampu dan  bernilai, mengarahkan  diri sendiri, dan pemberian semangat kepada mereka untuk berbuat sesuai dengan persepsi dirinya tersebut.
Sebaik apapun konsep pendidikan, yang paling menentukan adalah bagaimana implementasi di lapangan. Sikap dan tindakan guru sebagai pelaksana pendidikan adalah tema yang perlu diperhatikan secara serius.
Perilaku mengajar yang humanis terkait dengan aliran Humanism, yaitu sebuah pendekatan psikologis yang menitikberatkan pada masalah-masalah kepentingan manusia, nilai-nilai, dan martabat manusia (Kartono & Gulo, 2000) Berdasarkan uraian Prof. Dr. Djohar (dalam Alimi dan Zaidie, 1996), penulis menyimpulkan bahwa Perilaku yang humanis  adalah perilaku yang memanusiakan siswa dengan menghargai martabat dan memperlakukan sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Menurut Rogers (dalam Palmer, 2003) dalam proses pendidikan dibutuhkan rasa hormat yang positif, empati, dan suasana yang harmonis/tulus, untuk mencapai perkembangan yang sehat sehingga tercapai aktualisasi diri.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.  Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1.        Merespon perasaan siswa
2.        Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3.        Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4.        Menghargai siswa
5.        Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6.        Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
7.        Tersenyum pada siswa
Carl Rogers menyatakan pentingnya penerimaan tanpa syarat, penghargaan dan hubungan yang nyaman antara terapis dan klien, hubungan dialogis yang memberdayakan klien untuk mencapai aktualisasi diri siswa (dalam Palmer, 2003). Implikasi ajaran tersebut dalam bidang pendidikan adalah perlunya perilaku guru yang menerima siswa sesuai potensinya, menciptakan hubungan yang saling percaya dan nyaman, hubungan dialogis yang memberdayakan siswa untuk mencapai aktualisasi diri.  Pengajaran yang baik adalah “proses yang mengundang siswa untuk melihat dirinya sebagai orang yang mampu, bernilai, dan mengarahkan diri sendiri, dan pemberian semangat kepada mereka untuk berbuat sesuai dengan persepsi dirinya tersebut” (Purkey & Novak, dalam Eggen & Kauchak, 1997).
Pendekatan mengajar yang humanis adalah mengakui, menghargai dan menerima siswa apa adanya, tidak membodoh-bodohkan siswa, terbuka menerima pendapat dan pandangan siswa tanpa menilai atau mencela, terbuka untuk komunikasi dengan siswa, dan tidak hanya menghargai potensi akademik, memberi keamanan psikologis,  memberi pengalaman sukses kepada siswa; untuk aktivitas-aktivitas kreatif guru tidak banyak memberikan aturan,  menceritakan pengalaman, menulis cerita, menghargai usaha, imaginasi, fantasi dan inovasi siswa, stimulasi banyak buku bacaan, dan memberikan aktivitas brainstorming.













BAB III
KESIMPULAN

Guru humanis adalah tindakan guru baik bahasa verbal dan non verbal yang menghargai kapasitas siswa dan memperlakukan siswa dengan rasa hormat dan empati sesuai karakteristik masing-masing.
Dari beberapa pendapat yang dijelaskan pada pembahasan dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri guru humanis adalah guru yang memiliki rasasa cinta dan sayang yang tergambar pada senyuman, memiliki rasa humor, kesesuaian antara perilaku dan perbuatan, adil, menarik/contoh tauladan yang baik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar, mengakui, menghargai dan menerima siswa apa adanya, tidak membodoh-bodohkan siswa, menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa), terbuka menerima pendapat dan pandangan siswa tanpa menilai atau mencela, terbuka untuk komunikasi dengan siswa, merespon perasaan siswa, menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang, berdialog dan berdiskusi dengan siswa, menghargai siswa.




















DAFTAR PUSTAKA

Alimi, A.S. dan Zaidie, M.F. 1999. Reformasi Dan Masa Depan Pendidikan Di Indonesia. Sebuah Rekonstruksi Pemikiran Prof. Dr. Djohar, MS. Yogyakarta : IKIP Yogyakarta
Eggen, P. & Kauchak, D. 1997. Educational Psychology, Windows on Classroom. Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Kartono, K. dan Gulo, D. 2000. Kamus Psikologi. Bandung : CV. Pioner Jaya
Palmer, J.A.  (editor). 2003. 50 Pemikir Pendidikan. Dari Piaget Sampai Masa Sekarang.  (terjemahan : Farid Assifa). Yogyakarta : Penerbit Jendela


0 komentar: