BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Rabu, 18 September 2013

PENGENALAN TENTANG TASAWUF


MAKALAH
AKHLAK TASAWUF Tentang PENGENALAN TENTANG TASAWUF
Di Susun Oleh WITRY YULIA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI-YDI)
LUBUK SIKAPING
Tahun Akademik 2011/2012




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Secara lughat, tasawuf berasal dari macam-macam kata. Menurut Hamka dalam buku tasawuf modren, tasawuf berasal dari berbagai kata seperti shifa bearti suci bersih, shuf bearti bulu binatang dan shufah yang bearti golongan sahabat nabi yang memisah diri disuatu tempat terpencil di samping mesjid Nabi.
Tasawuf berperan membersihkan hati nurani. Untuk itu tasawuf banyak berurusan dengan dimensi esiteris (bathin) manusia. Tasawuf  sebagai tradisi spiritual agama islam, sebagaimana yang lainnya, sumber utamanya adalah Al-Qur’an dan hadis. Tasawuf merupakan tradisi yang paling dikenal dalam sejarah agama-agama.
Tasawuf adalah mistisisme dalam islam dan oleh kaum orientalis barat disebut sufisme. Julukan sufisme hanya dipakai untuk mistisisme dalam islam. Baik tasawuf maupun mistisisme di luar islam bertujuan memperoleh hubungan lansung dan disadari dengan Tuhan bahkan berada dihadirat tuhan. Intisarinya adalah kesadaran akan adannya komunikasi lansung dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan melalui cara mengasingkan diri dan berkotemplasi. Kesadaran berada dekant dengan Tuhan tersebut dapat mengambil bentuk Ittihad (bersatu dengan Tuhan).

B.     Tujuan

1.      Mengetahui pengertian tasawuf dan ilmu tasawuf
2.      Mengetahui tujuan dan mamfaat mempelajari tasawuf
3.      Mengetahui dasar-dasar tasawuf dalam Al-Qur’an dan Hadis
















BAB II
PENGENALAN TENTANG TASAWUF

A.      Pengertian Tasawuf dan Ilmu Tasawuf
Secara lughat, tasawuf berasal dari macam-macam kata. Menurut Hamka dalam buku tasawuf modren, tasawuf berasal dari berbagai kata seperti shifa bearti suci bersih, shuf bearti bulu binatang dan shufah yang bearti golongan sahabat nabi yang memisah diri disuatu tempat terpencil di samping mesjid Nabi.
Dilihat dari aspek bahasa, tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap sederhana.
Selain itu menurut Asy-Syekh Muhammad Amin Al- Kurdy dalam buku Drs. Mustofa, tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkan diri dari (sifat-sifat) yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji, cara melakukan suluk dan melangkah menuju (keridhaan) Allah dan meninggalkan (larangan-Nya) menuju kepada (perintah-Nya).
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakan masing-masing. Ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tawawuf , yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk ber Tuhan. Maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.
Jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang ber Tuhan, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (Ke  Tuhanan) yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dan Tuhan.
Dari definisi diatas maka tasawuf dapat di artikan sebagai upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT.
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan makrifat menuju keabadian, saling mengigatkan antara manusia serta berpegang teguh pada janji Allah.
B.       Tujuan dan Mamfaat mempelajari tasawuf
Ø    Tujuan tasawuf
Secara umum, merumuskan tujuan tasawuf sulit ditetapkan karena tujuan itu terkait sekali dengan jenis dan bentuk tasawuf yang dikembangkan oleh para sufi. Namun bukan bearti tidak  bisa dijelaskan, penjelasannya dapat dikemukakan berdasarkan kecendrungan tasawuf yang diamalkan sufi yang bersangkutan.
Sufi ortodok (yang mendasarkan tasawufnya pada nash dan kaidah-kaidah syariah) atau disebut juga sufi akhlaqi memiliki tujuan kesucian baik lahir maupun batin dalam rangka mengabdika diri kepada Allah SWT.
Syekh Ahmad Syirhindi  seorang ulama India abad ke 16 yang menetapkan tujuan tasawuf yaitu tujuan sufisme bukanlah untuk mendapatkan pengetahuan intuitif tentang kenyataan (realitas), tetapi untuk menjadi abdi Allah. Tidak ada tingkat yang lebih tinggi dibanding tingkat kehambaan (‘abdiyat) dan tidak ada kebenaran yang lebih tinggi di luar syari’ah.
Sedangkan menurut Thariqah Sufi tujuan tasawuf adalah tidak lain untuk memperkuat keyakinan terhadap syari’ah dan meningkatkan kepatuhan terhadap aturan-aturan-Nya.
Tujuan tertingi tasawuf adalah menyatu dengan tuhan (ittihad) dan dapat menangkap rahasia gaib serta menyatu dengan-Nya (hulul) dan ma’rifatullah (mengenal Allah secara mutlak dan lebih jelas. Tasawuf memiliki tujuan yang baik yaitu kebersihan diri dan taqarrub kepada Allah. Namun taswuf tidak boleh melanggar apa-apa yang telah secara jelas diatur oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, baik dalam aqidah, pemahaman ataupun tata cara yang dilaku-kan.
Ø    Mamfaat mempelajari tasawuf
Mamfaat mempelajari tasawuf ialah membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat terhadap Allah Ta’la sebagai ma’rifat yang sempurna untuk keselamatan diakhirat dan mendapat keridhaan Allah Ta’la dan mendapatkan kebahagiaan abadi.
C.      Dasar-dasar tasawuf dalam Al-qur’an dan Hadist
Ø    Dasar-dasar tasawuf dalam Al-Qur’an
Tasawuf pada awal pembentukannya adalah akhlak atau keagamaan dan moral keagamaan ini banyak diatur dalam Al-qur’an dan As-Sunah. Tasawuf pada tahap awal adalah usaha usaha untuk menigkatkan disiplin moral keagamaan maka sumber pertama ajaran tasawuf adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan batiniah. Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang batiniah pada gilirannya melahirkan tasawuf. Unsur tasawuf mendapat  perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran islam, Al-Qur’an dan Sunnah, serta praktek kehidupan Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an antaralain berbicara tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai (mahabbah) dengan Tuhan. Firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 54 :
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT memerintahkan manusia agar senantiasa bertobat, membersihkan diri dan memohon ampunan kepada-Nya sehingga memperoleh cahaya dari-Nya, sebagaimana Allah berfirman dalam surat At-Tahrim ayat 8:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Al-Qur’an pun menegaskan  tentang pertemuan denga Allah SWT, dimanapun hamba-hamba-Nya berada. Hal ini sebagainama Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 115:
Artinya: Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Bagi kaum sufi, ayat ini mengandung arti bahwa dimana saja Tuhan ada, di sana pula Tuhan dapat dijumpai. Allah SWT akan memberi cahaya kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nur ayat 35:

Artinya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[1039], yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Allah SWT juga menjelaskan kedekatan manusia denganNya, firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 186:

Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Al-Qur’an pun mengingatkan manusia agar tidak diperbudak kehidupan duniawi dan kemewahan harta benda yang mengiurkan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Fatir ayat 5:
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.
            Mengenai taqwa didasarkan pada firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 285:

Artinya: Rasul Telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.
Mengenai pensucian jiwa dengan menahan hawa nafsu dan melakukan zuhud di dunia Allah SWT berfirman dalam surat An-Nazaa’at ayat40-41:

Artinya: Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya(40), Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya) (41).
Surat Yusuf ayat 53:

Artinya: Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.
Surat An-Nisa’ ayat 77:

Artinya: Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan kami, Mengapa Engkau wajibkan berperang kepada Kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia Ini Hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.
Surat Al-Hasyr ayat 9 yang artinya: Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.
Mengenai sabar firman Allah SWT surat An-nahal ayat 127:
Artinya: Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.
Dalam Surat Al-Baqarah ayat 15 artinya :berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
Mengenai tawakkal firman Allah dalam surat At-Thalak ayat 3:

Artinya: Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
Dan juga terdapat dalam surat At-Taubah ayat 51 artinya: Dan hanya kepada Allah orang ynag beriman itu bertawakkal.
Mengenai bersyukur firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 7:
artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Ø    Dasar-dasar tasawuf dalam Hadist
Sejalan dengan apa yang dibicarakan Al-Qur’an di atas, Al-Sunnah pun banyak berbicara tentang kehidupan rohaniah. Berikut terdapat beberapa teks hadis yang dapat di pahami dengan pendekatan tasawuf:


Artinya: Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi maka aku menjadika makhluk agar mereka mengenali-Ku.
Hadis tersebut memberi kan petunjuk bahwa alam raya, termasuk kita adalah merupakan cermin Tuhan, atau bayangan Tuhan. Tuhan ingin mengenal dirinya melalui ciptaan alam ini. Dengan demikian dalam alam raya ini terdapat potensi ketuhanan yang dapat didayagunakan untuk mengenal-Nya.




Hadis berikut menyatakan:






Artinya: Senantiasalah seorang hamba itu mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunat sehingga aku mencintainya. Maka apabila mencintaiya maka jadikanlah aku pendengaranya yang dia pakai untuk melihat dan lidahnya yang dia pakai untuk mengepal dan kakinya yang dia dipakai untuk beusaha, maka dengan-Ku lah dia mendengar, melihat, berbicara, berpikir, meninju dan berjalan. 
Hadis di atas memberi petunjuk bahwa antara manusia dan tuhan bisa bersatu. Diri Manusia bisa lebur dalam diri tuhan, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Al-Fana’ yaitu fananya makhluk sebagai yang mencintainya kepada diri Tuhan sebagai yang dicintai.





BAB III
KESIMPULAN
Tasawuf adalah sebagai upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT.
Sedangkan Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan makrifat menuju keabadian, saling mengigatkan antara manusia serta berpegang teguh pada janji Allah.
Tujuan tertingi tasawuf adalah menyatu dengan tuhan (ittihad) dan dapat menangkap rahasia gaib serta menyatu dengan-Nya (hulul) dan ma’rifatullah (mengenal Allah secara mutlak dan lebih jelas. Tasawuf memiliki tujuan yang baik yaitu kebersihan diri dan taqarrub kepada Allah. Namun taswuf tidak boleh melanggar apa-apa yang telah secara jelas diatur oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, baik dalam aqidah, pemahaman ataupun tata cara yang dilaku-kan.
Mamfaat mempelajari tasawuf ialah membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat terhadap Allah Ta’la sebagai ma’rifat yang sempurna untuk keselamatan diakhirat dan mendapat keridhaan Allah Ta’la dan mendapatkan kebahagiaan abadi.
Unsur tasawuf mendapat  perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran islam, Al-Qur’an dan Sunnah, serta praktek kehidupan Nabi Muhammad SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar. R. 2010. Akhlak Tasawuf. CV. Pustaka Setia. Bandung.
Nata. A. 1986. Akhlak Tasawuf. PT. Raja Gravindo Persada. Jakarta.
Solihin. M, Anwar. R. 2004. Akhlak Tasawuf. Nuansa. Bandung.
Samad. D. 1999. Studi Tasawuf. IAIN-Press. Jakarta.


0 komentar: