Oleh : Witry Yulia
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI-YDI)
LUBUK SIKAPING
MUHAMMAD
ABDUH
A. RIWAYAT
HIDUP MUHAMMAD ABDUH
Muhammad
Abduh lahir di Mesir pada tahun 1819. Pada tahun 1862, ia belajar agam di
Mesjid Syekh Ahmad di Thanta. Semula ia sangat enggan belajar, tetapi karena
dorongan paman ayahnya Syekh Darwis Khadar, Abduh dapat menyelesaikan
pelajarannya di Thanta. Kemudian ia melanjutkan pelajarannyadi
UniversitasAl-Azhar, ia memperoleh pengalaman yang paling berkesan dari gurunya
Syekh Hasan al-Thawil dan Syekh Muhammad al-Basyuni, masing-masing sebagai guru
mantiq dan balaghah.
Dari
perjalanan pengalaman yang diperoleh, mendorong Abduh memilih bidang,
pendidikan sebagai media pengabdian ilmunya dan sekaligus menjadikan pendidikan
sebagai tempat melontarkan ide-ide pembaharuannya. Pada tahun 1885, ia pergi ke
Beirutdan mengajar disana. Akhirnya atas bantuan temannya pada tahun 1888 ia
kemudian diizinkan pulang ke Kairo. Ia kemudian diangkat menjadi hakim. Pada
tahun 1894, ia menjadi anggota majelis al-A’la al-Azhar dan telah banyak
memberikan kontribusi bagi pembaharuan di Mesirdan duniA Islam pada umumnya.
Kemudian tahun 1899 ia diangkat sebagai mufti Mesir dan jabatan ini di emban
sampai ia meninggal dunia tahun 1905 dalam usia kurang lebih 56 tahun.
B. PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH TENTANG PENDIDIKAN
Menurut
al-Bahiy, pemikiran Abduh Meliputi : segi politik dan kebangsaan, sosial kemasyarakatan,
pendidikan, serta akidah dan keyakinan. Walaupun pemikirannya mencakup berbagai
segi, namun Abduh lebih menitik beratkan pada bidang pendidikan.
Diantara
pemikirannya tentang pendidikan dapat di lihat pada penjelasan sebagai berikut:
1.
Sistem dan Struktur Lembaga Pendidikan
Dalam
pandangan Abduh, ia melihat semenjak masa kemunduran Islam, sistem pendidikan
yang berlaku di Dunia Islam lebih bercorak dualisme. Pembaharuan pendidikan ini
dilakukan dengan menata kembali struktur pendidikan di Al-Azhar, kemudian di
sejumlah institusi pendidikan lain yang berada di Thanta, Dassuq,Dimyat dan
Iskandariyah. Melalui upaya melakukan pembaharuandi lembaga pendidikan di
Al-Azhar, makapendidikan dunia Islamakan mengikutinya. Sebab menurut
pertimbangannya,Al-Azhar merupakan lambang dan panutan pendidikan Islam Di Mesir secara khusus dan dunia
Islam pada umumnya.
2.
Kurikulum
a.
Kurikulum Al-Azhar
Kurikulum
perguruan tinggi Al-Azhar disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pada masa
itu. Dalam hal ini ia memasukan ilmu filsafat, logika dan ilmu pengetahuan
modern kedalam kurikulum Al-Azhar. Upaya ini dilakukan agar out putnyadapat
menjadi ulama modern.
b.
Kurikulum Sekolah Dasar
Ia
beranggapan bahwa dasar pembentukan jiwa agama hendaknya sudah dimulai pada
masa kanak-kanak. Oleh karena itu mata pelajaran agama hendaknya dijadikan
sebagai inti semua mata pelajaran. Pandangan ini mengacu pada anggapan bahwa
ajran agama (Islam) merupakan dasar pembentukan jiwa dan pribadi muslim. Dengan
memiliki jiwakepribadian muslim,rakyat Mesir akn memiliki jiwa kebersamaandan
nasionalisme untuk dapat mengembang sikap hidup yang lebih baik, sekaligus
dapat meraih kemajuan.
c.
Kurikulum Sekolah Menengah dan Sekolah
Kejuruan
Ia
mendirikan sekolah menengah pemerintah untuk menghasilkan tenaga ahli dalam
berbagai lapangan administrasi, militer, kesehatan, perindustrian dan
sebagainya. Melalui lembaga pendidikan ini Abduh merasa perlu untuk
memasukan beberapa materi, khusus
pendidikan agama, sejarah islam dan kebudayaan Islam.
Madrasah-madarasah
yang berada di bawah naunagn Al-Azhar,
Abduh mengajarkan Ilmu Mantiq, Falsafah dan Tauhid.
C. METODE
Muhammmad
Abduh mengubah caramemperoleh ilmu dengan metode hafalan dengan metode rational
dan pemahaman. Ia juga menghidupkan kembali metode munazharahdalam memahami
pengetahuan dan menjauhkan metode taklid. Ia mengembangkan kebebasan ilmiah
dikalangan mahasiswa Al-Azhar. Ia juga menjadikan bahasa Arab yang selama ini
hanya merupakan ilmu yang tidak berkembang yang dapat menterjemahkan teks-teks
pengetahuan modern kedalam bahasa Arab.
Selain
itu Abduh juga telah membijat sebuah metode yang sistematis dalam menfsirkan
Al-Qur’an yang didasarkan kepada lima prinsip yaitu :
1.
Menyesuaikan peristiwa-peristiwa yang
ada pada masanya dengan nash-nash Al-Qur’an.
2.
Menjadika Al-Qur’an sebagai sebuah
kesatuan.
3.
Menjadikan surat sebagai dasaruntuk
memahami ayat.
4.
Menyederhanakan bahasa dalam
penafsiran.
5.
Tidak melalaiakan peristiwa-peristiwa
sejarah untuk menafsirkan ayat-ayat yang turun pada waktu itu.
D. REINTERPRETASI PENGETAHUAN AGAMA ISLAM
Umat
Islam menurut Abduh harus kembali ke ajaran Islam yang berkembang pada zaman
klasik, yaitu dikembalikan seperti ajaran yang pernah dilakukan di zaman Salaf,
para sahabat dan ulama-ulama Islam. Ia berpendapat bahwa keadaaan umat Islam
pada waktu itu(zaman Abduh) telah jauh berubah dari keadaan umat Islam dimasa
lampau. Untuk menyesuaikan ajaran Islam yang murni dengan kondisi dunia modern,
maka perlu dilakukan suatu interpretasi baru. Karena itu perlu dilakukan
ijtihad.
Menurut pandangan Abduh, Islam adalah
agamayang rasional. Dengan membuka pintu ijtihad, maka dinamika akal dapat
ditingkatkan. Ilmu pengetahuan harus dimajukan dikalangan rakyat, sehingga
mereka dapat berlomba dengan masyarakat barat. Apabila Islam ditafsirkan dengan
sebaik-baiknya dan dipahami secara benar, tak satupun dari ajaran Islam yang
bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Akal adalah salah satu potensi dari
manusia, dan Islam sangat mengajurkan untuk mengunakan akal. Kerena itu, jika
secara lahiriah sebuah ayat tampak bertentangan dengan akal, maka harus dicari
interpretasi, sehingga ayat lebih dapat dipahami secara rasional. Akan tetapi,
meskipun demikiantatakala proses interpretasi telah dilakukan dan ternyata
bertentangan dengan akal, maka akal harus tunduk pada kebenaran wahyu.
E. PENGHARGAAN YANG TERTINGGITERHADAP AKAL DAN ILMU
PENGETAHUAN MODERN
Abduh
sangat menghargai akal. Al-Qur’an menurutnya berbicara bukan hanya kepada hati
manusia tetapi juga kepada potensi akalnya. Islam memandang bahwa manusia
mempunyai kedudukan yang tinggi. Allah menunjukkan larangan-larangannya kepada
akal. Dengan potensi yang diberikan-Nya, akal mampu membuat hukum dan mengajak
manusia tunduk kepada hukum. Dengan demikian Islam bagi Abduh adalah agama yang
rasional.
Islam
tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern. Pada dasarnya ilmu berdasaar
pada hukum alam ciptaaan Tuhan. Islam disampaikan melalui wahyu. Sedangkan
wahyu berasal dari Tuhan. Pengetahuan modern mesti sesuai dengan Islam. Pada
dasarnya pendapat ini merupakan suatu ajakan kepada umat Islam agar mempelajari
dan mementingkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu penguasaan dan pengembangan
terhadap ilmu merupakan salah satu faktor dasar bagi kemajuan peradaban umat
manusia. Sedangkan dalam bidang pemikiran hanya sedikit hal-hal yang bersifat
praktis. Melalui lontaran pemikirannya yang memperbaharui sistem pendidikan,
dapat dikatakan bahwa ia telah membawa negerinya, bahkan umat Islamkerah yang
dinamis, terutama bila dibandingkan disaat dunia Islam sedang berada dalam era
kemunduran.
F. PERLAWANAN TERHADAP TAKLID
Mengenai
perlawanannya terhadap taklid, di tegaskan Abduh bahwa eksistensi taklid tidak
bisa dipertahankan, bahkan mesti diperangi. Hal ini disebabkan karena sikap
taklid merupakan penyebab umat menjadi mundur dan tidak dapatmaju. Muhammad
Abduh dengan keras mengeritik ulama-ulama yang menimbulkan dan mempertahankan
sikap taklid tersebut. Abduh juga menegaskan bahwa sikap taklid tersebut
bertentangan dengan tabi’at kehidupan dan bahkan bertentangan dengan tabi’at dasar
dan ciri Islam sendiri.
Pemikiran
Abduh untuk melawan buku-buku yang tendensius sejalan dengan idenya untuk
memerang sikap taklid dan sekaligus sesuai dengan cita-citanya untuk
menghidupakan kembali Khazanah buku-buku lama. Abduh seperti di nukilkan al-Bahiy
mengatakan sebagai berikut :
Jika
kita mengkaji kembali buku-buku sebelum kemandenkan umat Islam, bearti kita
telah melangkah satu langkah untuk memperbaiki buku-buku fiqih. Selama kita
masih terkait kepada ungkapan-ungkapandalam buku mutaakhirin yang beredar dan
kita memahami agama hanya dari buku itu, bearti kebodohan kita makin bertambah.
Untuk
menghidupkan kembali buku-buku berharga yang selama ini telah hilang, dari
peredaran, Abduh pada tahun 1318 H mendirikan suatu perhimpunan dengan nama Jam’iyat
al-Ihya-i al-kutubal-a’rabiyah. Perhimpunan ini lansung diketuai oleh Abduh,
dan mendapat bantuan penuh dari syekh Muhammad Mahmud asy-Syinqithiy, seprang
ahli bahasa Arab yang terkenal luas dan mendalam ilmunya. Perhimpunan ini
berusaha untuk mencetak kembali Kitab Al-Mudawwanah susunan Imam Malik, sebuah
kitab fiqih yang bernilai tinggi yang hampir tidak dikenal umat lagi.
G. PENGARUH ABDUH DI DUNIA ISLAM
Pendapat
Muhammmad Abduh tersebut di Mesir sendiri mendapat sambutan dari sejumlah tokoh
pembaharu. Murid-muridnya seperti Muhammmad RasyidRidha meneruskan gagasan
tersebut melalui majalah al-Manar dan tafsir Al-Manar. Kemudian Kasim Amin
dengan bukunya Tahrr al-Mar’ah. Farid Wajdi dengan buku Dairat Syekh Thahthawi
Jauhari melalui karangannya Al-Taj al-Marshuh bi al-Jawahir Al-Qur’an wan
Al-Ulum. Demikian pula selanjutnya seperti Husein Haykal, Abbas Mahmud
Al-Akkad, Ibrahim A, Kadir al-Mazin, Mustafa Abd al-Raziq dan Sa’ad Zaglul,
bapak kemerdekaan Mesir. Bahkan menurut Harun Nasution selanjutnya, karangan
Muhammad Abduh sendiri banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Urdu, bahasa Turki
dan bahasa Indonesia.
Pemikiran
Muhammmad Abduh tentang pendidikan dinilai sebagai awal dari kebangkitan umat
Islam di awal abad ke 20. Pemikiran MUHAMMMAD Abduh yang disebar luaskan
melalui tulisannnya di majalah Al-Manar dan Al-Urwat AL-Wusqa menjadi rujukan
para tokoh pembaharu dalam dunia Islam, sehingga diberbagai negara Islam muncul
gagasan mendirikan sekolah-sekolah dengan mengunakan kurikulum seperti yang
dirintis Muhammad Abduh.
0 komentar:
Posting Komentar