BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Kamis, 19 September 2013

MAKALAH USHUL FIQH Tentang ISTISHHAB



MAKALAH USHUL FIQH Tentang ISTISHHAB
Oleh : Witry Yulia
STAI LUBUK SIKAPING

ISTISHHAB

A.      Pengertian Istishhab
Menurut Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, secara lughawai (etimologi) istishhab itu berasal dari kata is-tash-ha-ba diartikan selalu atau terus menerus, maka istishhab artinya adalah selalu mememani atau selalu menyertai.
 Adapun arti istishhab secara termologi terdapat beberapa rumusan dari ulama yang memberikan definisi istishhab :
1.    Rumusan yang paling sederhana dikemukakan Syekh Muhammad Ridha Mudzaffar, istishhab adalah mengukuhkan yang pernah ada.
2.    Al-Syaukani dalam Irsyad al-fuhul mendefinisikan istishhab adalah apa yang pernah berlaku pada masa lalu, pada prinsipnya tetap berlaku pada masa yang akan datang.
3.    Muhammad ‘Ubaidillah al-As’adi mendefinisikan istishhab adalah mengukuhkan hukum yang ditetapkan dengan suatu dalil pada masa lalu di pandang pada waktu ini sampai ndiperoleh dalil yang mengubahnya.
Dari beberapa definisi di atas dapat di simpulkan pengertian  istishhab adalah hukum-hukum yang sudah pada masa lampau tetap berlaku untuk sekarang dan yang akan datang, selama tidak ada dalil lain yang mengubah hukum itu.

B.       Dasar hukum
Dasar hukum istishhab menurut hadist nabi antara lain adalah:
1.                                        Hadist dari Abu Hurairah menurut riwayat Muslim :
Bila salah seorang diantara kamu merasakan pada perutnya sesuatu, kemudian ia ragu apakah ada sesuatu yang keluar dari perutnya itu atau tidak, janganlah ia keluar dari mesjid sampai ia mendengar suara atau mencium bau.
2.                                        Hadist dari Abu Sa’id al-Khudri menurut riwayat Muslim :
Apabila salah seorang diantaramu ragu dalam shalatnya apakah telah tiga rakaat atau empat rakaat, maka hendaknya ia buang apa yang meragukan dan mengambil apa yang menyakinkan.
Dasar hukum istishhab menurut firman Allah dalam surat :
1.                                          Al-Baqarah ayat 29.
Artinya : dia-lah Allah, yang menjadikan bagi kamu segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.
Kalimat “bagi kamu”dalam ayat ini menunjukkan kebolehan memamfaatkan apa-apa yang ada di bumi.
2.                                          Al-A’raf ayat 32.
Artinya : Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang Mengetahui.
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa memamfaatkan perhiasan dan mencari rezeki yang baik merupakan hak setiap orang. Selanjutnya para Ushul Fiqh mengatakan bahwa memamfaatkan seluruh ciptaan Allah yang ada di bumi, perhiasan-Nya dan hak mencari rezeki merupakan hak setiap orang dan halal, selama tidak ada dalil lain yang menunjukkan bahwa hukum boleh dan halal itu telah berubah.

C.      Contoh istishhab
Contoh istishhab dalam bentuk tsubut (pernah ada) :
1.    Bila tadi pagi seorang telah wudhu, maka keadaan telah wudhunya itu masih diperhitungkan keberadaannya pada waktu  ia akan melaksanakan shalat dhuha (ia tidak perlu berwudhu kembali) selama tidak ada tanda-tanda bahwa wudhu yang dilakukan pada waktu subuh itu telah batal.
2.    Beberapa waktu lalu tellah ditetapkan pemilikan harta bagi seseorang melalui pewarisan secara sah. Pemilikan harta itu berlaku untuk seterusnya selama tidak ada bukti bahwa pemilikannya sudah beralih kepada orang lain, seperti melalui transaksi jual beli atau hibah.
Contoh istishhab dalam bentuk nafi (tidak pernah ada) : dimasa lalu tidak pernah ada hukum tentang wajibnya puasa di bulan syawwal, karena memang tidak ada dalil syara’ yang mewajibkannya. Keadaan tidak adanya hukum wajib itu tetap berlaku sampai masa kini dan mendatang karena memang dalil syara’ yang akan mengubahnya untuk itu tidak akan ada lagi dengan telah meningalnya nabi muhammad SAW.

0 komentar: