ILMU MANTIK ATAU LOGIKA Tentang TA’RIF
Oleh : Witry Yulia
STAI-YDI
LUBUK SIKAPING
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kita telah mengetahui bahwa mantiq
lapangan pembahasannya ialah untuk mencari dalil. Oleh kerena itu bagi
orang-orang yang akan membuat ta’rif harus lebih dulu mempelajari soal-soal
lafadh dan qadhiyah, sebab dalil itu tersusun dari beberapa qadhiyah dan
qadhiyah tersusun dari beberapa lafadh. Orang yang akan mengenal lebih dulu
lafadh-lafadh yang akan disusun menjadi dalil, baru akan memperoleh maksud yang
sebenarnya. Lafadh yang belum terang maknanya harus diselidiki agar menjadi
agar menjadi terang maknanya. Pengenalan makna sesungguhnya harus bisa dicapai
dengan ta’rif, dengan ta’rif dapat dicapai pengertian yang jelas terhadap
lafadh-lafadh.
Dengan demikian ta’rif adalah suatu
cara atau alat untuk mengenal dan memahami tentang pengertian afrad dan untuk
mendapat gambaran yang sejelas-jelasnya terhadap afrad itu. Artinya menta’rif
ssesuatu adalah mengenakan sesuatu menurut hakikatnya. Sedangkan Ta’rif secara lughawi,
adalah memperkenalkan, memberitahukan sampai jelas dan terang mengenai sesuatu.
Secara mantiki, ta’rif adalah teknik menerangkan baik dengan tulisan maupun
lisan, yang dengannya diperoleh pemahaman yang jelas tentang sesuatu yang
diterangkan atau diperkenalkan.
B.
Tujuan
Untuk mengetahui pengertian Ta’rif secara detail, pembagian
pembagian ta’rfi, syarat-syarat ta’rif dan kegunaan ta’rif dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan adanya makalah ini kita dapat mengetahui semua yang bersangkutan
tentang ta’rif.
BAB II
TA’RIF
A. Pengertian Ta’rif
Ta’rif secara lughawi, adalah
memperkenalkan, memberitahukan sampai jelas dan terang mengenai sesuatu. Secara
mantiki, ta’rif adalah teknik menerangkan baik dengan tulisan maupun lisan,
yang dengannya diperoleh pemahaman yang jelas tentang sesuatu yang diterangkan
atau diperkenalkan.[1]
Selain itu menurut Basiq Djalil, lafadz ta’rif berasal dari
bahasa Arab yang bearti memberi tahu, memperkenalkan. Maksudnya adalah dengan
ta’rif, kita dapat sesuatu dengan lengkap dan sempurna. Itulah sebabnya ta’rif,
dapat disamakan pengertiannya dengan rumusan, pengertian, atau definisi dalam
bahasa Indonesia.[2]
Dalam ilmu mantik, ta’rif
berperan amat mendasar, kerena istidlal (penarikan
kesimpulan) yang merupakan tinjauannya yang paling fondamental, tergantung amat
eratkepada jelasnya ta’rif lafazhyang dipakai untuk menyusun qadhiyah-qadhiyah (kalimat-kalimat) yang
darinya ditarik natijah (kesimpulan).
Jika ta’rif lafazh tidak jelas, maka kesimpulan yang dihasilkan mungkin sekali
keliru atau salah.[3]
Yang di Ta’rif bisa berupa dzat dan yang bukan dzat. Dzat adalah lafadz
yang bermakna dzat atau benda. Dalam
ilmu mantik bearti: lafadz kulli yang
menunjukkan hakikat (makiyah) secara
penuh. Sedangkan lafadz abstrak yang menyifati benda itu seperti besar,
panjang, jelek, biasa disebut lawan dari zat.[4]
Dari pendapat-pendapat di atas
dapat disimpulkan, ta’rif adalah memperkenalkan, memberitahukan sampai jelas
dan terang mengenai sesuatu dengan lengkap dan sempurna.
B.
Pembagian ta’rif
Menurut Baihaqi A. K, dalam
bukunya yang berjudul ilmu mantik (teknik dasar berfikir logik) ta’rif terbagi
kepada empat:
1. Ta’rif had adalah ta’rif yang mengunakan rangkaian lafazh kulli jins dan fashl.
Contoh: Insan adalah hewan yang
berfikir.
Hewan adalah jins dan berfikir adalah fashl
bagi manusia.
Ta’rif had terbagi dua:
a. Ta’rif had tam adalah ta’rif dengan mengunakan lafazh jins qarib dan
fashl.
Contoh: Insan adalah hewan yang
dapat berfikir.
Hewan adalah jins qarib (dekat)
kepada insan karena tidak ada lagi jins
di bawahnya. Artinya di bawah hewan tidak ada lagi lafazh kulli yang tekategori
jins, kecuali insan yang terkategori
nau’. Sedangkan dapat berfikir adalah fashl
bagi insan.
b. Ta’rif had naqish adalah ta’rif yang mengunakan jins ba’id dan fashl atau
mengunakan fashl qarib saja.
Contoh: Insan adalah jims (tubuh yang dapat berfikir.
Jims adalah jins ba’id bagi
insan dan dapat berfikir adalah fashl baginya.
2. Ta’rif rasm adalah ta’rif yang mengunakan jins dan ‘irdhi khas.
Contoh: Insan adalah hewan yang
dapat tertawa.
Hewan adalah jins dan tertawa
adalah ‘irdhi khas (sifat khusus) manusia.
Ta’rif rasm terbagi menjadi dua:
a. Ta’rif rasm tam adalah ta’rif yang mengunakan lafazh jins qarib dan fashl.
Contoh: Insan adalah hewan yang
dapat tertawa.
Hewan adalah jisn qaribbagi insan, sedangkan ketawa adalah ‘irdhi khas baginya.
b.
Ta’rif rasm
naqish adalah ta’rif yang mengunakan lafazh jins
Ba’id dengan ‘irdhi khas, atau mengunakan lafazh ‘irdhi khas saja.
Contoh: Insan adalah jisim yang
bisa ketawa.
Ketawa adalah ‘irdhi khas (sifat khusus) bagi insan.
3. Ta’rif lafazh adalah ta’rif dengan mengunakan lafazh lain yang sama
artinya saja.
Contoh: Tepung adalah terigu,
itik adalah bebek, lembu adalah sapi.
4. Ta’rif mitsal adalah ta’rif dengan memberikan contoh (mitsal).
Contoh: Lafazh kulli adalah seperti insan, Lafazh juz’i adalah seperti
muhammad, Kalimat bahasa Indonesia adalah seperti guru datang, dll.[5]
Selain itu menurut M. Taib
Thahir, ta’rif juga terbagi menjadi empat yaitu:
1.
Ta’rif lafdhi
Ta’rif lafdhi adalah ta’rif sutau
lafadh dengan lafadh yang laindan lebih jelas bagi pendengarmengenai lafadh
itu.
2.
Ta’rif tanbihi
Ta‘rif tanbihi adalah ta’rif yang
mengadirkan gambaran yang sudah tersimpandalam khayalan pendengar yang pada
waktu itu terlupa padahal pernah dikenalnya.
3. Ta’rif ismi dan ta’rif haqiqi sebenarnya hampir sama, kerena kedua-duanya
merupakan gambaran atau susunan kata. Jika telah jelas susunan pengertian itu
jelas pulalah pengertian suatuyang di ta’rifkan.[6]
C.
Syarat-syarat ta’rif
Untuk dapat diterima suatu ta’rif
harus memenuhi beberapa syarat yaitu:
1. Harus Jamik, artinya harus masuk, yakni harus meliputi seluruh cakupan
ta’rif.
2. Harus manik, artinya harus menolak, yakni harus menolak segala sesuatu
yang mungkin termasuk kedalam cakupan ta’rif.
3. Tidak boleh mengakibatkan kemustahilan (mengandung daur, tasalsul atau
perkumpulan dua yang bertentangan).
4. Harus lebih jelas dan mudah diterima akal, yakni logis, karena guna
ta’rif adalah untuk memperjelas pengertian.
5. Tidak boleh menyalahi aturan bahasa.
6. Tidakboleh mengunakan lafadz majas tanpa petunjuk qarinah.
7. Tidak boleh memakai lafadz mustarak, tanpa ada qarinah yang menunjukkan
pada satu arti.
8. Tidak boleh mengandung lafadz yang ghaib, yakni lafadz yang tidak terang
maknanya atau dilalahnya.[7]
D.
Kegunaan ta’rif
Ta’rif berfaidah bagi orang yang
bekerja dalam lapangan ilmu pengetahuan, apalagi golongan yang membahas tentang
bahasa dan begitu juga bagi orang ahli penyelidik ilmu alam, karena ta’rif
mengandung garis besar mengenai sifat-sifat penting yang terkandung dalam
lafadz yang dita’rifkan. Selain itu ta’rif memberi faidah dalam kehidupan
sehari-hari, dalam percakapan sehari-hari sering kita diminta penjelasan
tentang perkataan yang kita gunakan.
BAB III
KESIMPULAN
Ta’rif
adalah memperkenalkan, memberitahukan sampai jelas dan terang mengenai sesuatu
dengan lengkap dan sempurna. Ta’rif terbagi kepada empat: Ta’rif had, Ta’rif
rasm, Ta’rif lafazh, Ta’rif mitsal.
Untuk dapat
diterima suatu ta’rif harus memenuhi beberapa syarat yaitu: harus jamik, harus
manik, tidak boleh mengakibatkan kemustahilan (mengandung daur, tasalsul atau
perkumpulan dua yang bertentangan), Harus lebih jelas dan mudah diterima akal,
yakni logis, karena guna ta’rif adalah untuk memperjelas pengertian, tidak
boleh menyalahi aturan bahasa, tidak boleh mengunakan lafadz majas tanpa
petunjuk qarinah, tidak boleh memakai lafadz mustarak, tanpa ada qarinah yang
menunjukkan pada satu arti, tidak boleh mengandung lafadz yang ghaib, yakni
lafadz yang tidak terang maknanya atau dilalahnya.
Ta’rif
berfaidah bagi orang yang bekerja dalam lapangan ilmu pengetahuan, apalagi
golongan yang membahas tentang bahasa dan begitu juga bagi orang ahli
penyelidik ilmu alam.
DAFTAR
PUSTAKA
Thahir,
T., 1964, Ilmu Mantiq, Yogyakarta : Widjaya.
Baihaqi.,
2007, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir
Logik, Jakarta : Darul Ulum Press.
Djalil,
B., 2010, Logika (Ilmu Mantik), Jakarta : Kencana Predana Media Group.
[1]
Prof. Dr. H. Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik
Dasar Berpikir Logik, (Jakarta : Darul Ulum Press, 2007), h. 47
[2]
Drs. H. A. Basiq Djalil, S. H. M. A, Logika
(Ilmu Mantik), (Jakarta : Kencana
Predana Media Group, 2010), Cet. Ke-1, h. 18
[3]
Baihaqi A.K, Loc. cit
[4]
A. Basiq Djalil,Loc. cit
[5]
Baihaqi A.K, op. Cit., h. 48-51
[6]
Prof. KH. M. Taib Thahir, Ilmu Mantiq,
(Yogyakarta : Widjaya, 1964), h. 58
[7]
A. Basiq Djalil, op. Cit., h. 25-27
1 komentar:
Saya kesylitan dalam membedakan komponen ta'rif yang telah ada. Semisal الصلاة اقوال و افعال... Dari ta'rof ini saya bingung mana jinis mana fashol. Mohon pencerahannya.
Posting Komentar