MAKALAH FIQH II Tentang K H U L U ’
Oleh : Witry Yulia
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM (STAI-YDI)
LUBUK
SIKAPING
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah seru sekian
alam. Shalawat dan salam semoga tetap dicurahkan kepada Rasulullah Rahmat bagi
alam semesta, para sahabat, keluarga dan umatnya.
Makalah fiqh II ini berjudul tentang khulu’. Di dalamnya
disajikan dari bab I sampai bab III. Bab I yaitu pendahuluan di dalamnya latar
belakang, mengambarkan secara umum makalah ini dan tujuan adalah menjelaskan
keinginan yang akan dicapai dalam penulisan makalah ini. Untuk Bab II yaitu
membahas tentang khulu’ secara detail, untuk kesimpulan pada makalah ini
disajikan pada Bab III yaitu menyimpulkan isi dari makalah ini dan menjawab
tujuan.
Makalah fiqh II tentang khulu’ ini semoga bermamfaat,
terutama bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Lubuk Sikaping, 15 April 2012
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Khulu’ terdiri dari
lafazkha-la-‘a yang berasal dari bahasa Arab, secara etimologi bearti
menanggalkan atau membuka pakaian. Dihubungkan dengan kata khulu’ dengan
perkawinan karena dalam Al-Qur’an disebutkan suami itu sebagai pakaian istri
dan istri merupakan pakaian bagi suaminya.
Khulu’ itu perceraian kehendak
istri. Hukumnya menurut jumhur ulama adalah boleh atau mubah.
Tujuan dari kebolehan khulu’
adalah menghindarkan si istri dari kesulitan dan kemudaratan yang dirasakan
bila perkawinan dilanjutkan tanpa merugikan pihak si suami karena ia sudah
mendapat iwadh dari istrinya atas permintan cerai dari istrinya itu.
Hikmah dari hukum khulu’ adalah
tampaknya keadilan Allah sehubungan dengan hubungan suami istri.
B.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian khulu’
dan hukum khulu’.
2.
Mengetahui tujuan dan
hukmah khulu’, rukun dan syarat khulu’.
3.
Mengetahui hal-hal
yang berkenaan dengan pelaksanaan khulu’.
BAB II
KHULU’
A.
PENGERTIAN KHULU’
Khulu’ terdiri dari
lafazkha-la-‘a yang berasal dari bahasa Arab, secara etimologi bearti
menanggalkan atau membuka pakaian. Dihubungkan dengan kata khulu’ dengan
perkawinan karena dalam Al-Qur’an disebutkan suami itu sebagai pakaian istri
dan istri merupakan pakaian bagi suaminya,dalam surat Al-Baqarah ayat 187 :
Artinya : mereka adalah Pakaian
bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka...
Menurut Prof. Dr. Amir
Syarifuddin khulu’ merupakan suatu bentuk dari putusnya perkawinan, namun beda
dengan bentuk lain dari putusnya perkawinan itu dlam khulu’ terdapat uang
tembusan atau ganti rugi atau ‘iwadh.
Sedangkan menurut Drs. H. Moh.
Rifa’i, khulu’ ialah perceraian yang timbul atas kemauan istri dengan membayar
‘iwadl kepada suami. Perceraian yang dilakukan secara khulu’ berakibat bekas
suami tidak dapat rujuk lagi dan tidak boleh menambah talak sewaktu ‘iddah,
hanya dibolehkan kawin lagi atau kembali dengan akad baru.
Dari beberapa pengertian di atas
khulu’ dapat diartikan talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya atas
permintaan istri dengan pembayaran sejumlah harta kapada suami. Mengkhulu’
istri dapat dilakukan sewaktu-waktu, tidak seperti talak yang harus dijatuhkan
pada saat istri dalam keadaan suci yang tidak dicampuri sebelumnya.
B.
HUKUM KHULU’
Khulu’ itu perceraian kehendak
istri. Hukumnya menurut jumhur ulama adalah boleh atau mubah. Dasar dari
kebolehannya terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis nabi. Adapun dasarnya dalam
Al-Qur’an firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 229 :
Artinya : jika kamu khawatir
bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka
tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus dirinya.
Dasar kebolehan dalam hadis Nabi
adalah sabdanya dari Anas bin Malik menurut riwayat al-Bukhari :
Artinya : Istri Tsabit bin Qeis
datang mengadu kepada Nabi SAW dan berkata : “Ya Rasul Allah Tsabit bin Qeis
itu tidak ada kurangnya dari segi kelakuannya dan tidak pula dari segi
keberagamaanya. Cuma saya tidak senang terjadi kekufuran dalam Islam. Rasul
Allah SAW berkata : Maukah kamu mengembalikan kebunnya? Si istri menjawab : ya
mau. Nabi berkata kepada Tsabit : Terimalah kebun dan ceraikanlah dia satu kali
cerai.
C.
TUJUAN DAN HIKMAH KHULU’
Tujuan dari kebolehan khulu’
adalah untuk menghindarkan si istri dari kesulitan dan kemudaratan yang
dirasakan bila perkawinan dilanjutkan tanpa merugikan pihak si suami karena ia
sudah mendapat iwadh dari istrinya atas permintan cerai dari istrinya itu.
Hikmah dari hukum khulu’ adalah
tampaknya keadilan Allah sehubungan dengan hubungan suami istri. Bila suami
berhak melepaskan diri dari hubungan dengan istrinya mengunakan cara thalaq,
istri juga mempunyai hak dan kesempatan bercerai dari suaminya dengan
mengunakan cara khulu’.
D.
RUKUN DAN SYARAT KHULU’
Adapun yang menjadi rukun dari
khulu’ adalah :
· Suami
menceraikan istrinya dengan tebusan
· Istri
meminta cerai dari suaminya dengan uang tebusan
· Uang
tebusan atau iwadh
· Alasan
untuk terjadinya khulu’
Istri yang mengajukan khulu’
kepada suaminya disyaratkan hal-hal sebagai berikut :
1. Ia adalah
seseorang yang berada di wilayah si suami dalam arti istrinya atau yang telah
diceraikan, namun masih berada di dalam iddah raj’iy.
2. Ia adalah
seorang yang telah dapat bertindak atas harta, karena untuk keperluan pengajuan
khulu’ ini ia harus menyerahkan harta.
E.
HAL-HAL YANG BERKENAAN DENGAN PELAKSANAAN KHULU’
1. Waktu
terjadinya khulu’
Khulu’ dapat dilaksanakan kapan saja tanpa terikat waktu tertentu, khulu’
adalah perceraian atas permintaan istri yang dengan sendirinya dia telah
menerima resiko apapun atas permintaannya itu, termasuk perpanjangan masa
iddah.
2. Bentuk
perceraian
Bila telah di ucapkan shigat khulu’ oleh suami atas permintaan sendiri
oleh pihak istri, suami telah pula menerima tebusan, maka perkawinan putus
dalam bentuk thalaq bain shugra, dalam arti tidak boleh rujuk, namun dibolehkan
melansungkan pernikahan sesudah itu tanpa muhallil.
3. Rujuk
sesudah khulu’
Sebagian ulama diantaranya al-Zuhriy dan Siad bin al-Musayyab berpendapat
bahwa suami mempunyai hak pilih antara menerima iwadh dan menolaknya. Kalau
suami menerima iwadh dia tidak memiliki hak untuk ruju’, sedangkan bila ia
menolak iwadh yang diberikan istrinya, maka ia berhak untuk ruju’.
4. Pelaksanaan
khulu’
Jumhur ulama diantaranya Imam Malik, al-Syafi’iy, al-Zuhriy, Ishak dan
ulama Hanafiyah serta satu riwayat oleh Imam Ahmad mengatakan bahwa khlu’ itu
dapat dilakukan sendiri antara suami dan istri dan tidak harus di depan hakim
atau oleh hakim.
BAB III
KESIMPULAN
Khulu’ dapat diartikan talak yang
dijatuhkan suami terhadap istrinya atas permintaan istri dengan pembayaran
sejumlah harta kapada suami. Mengkhulu’ istri dapat dilakukan sewaktu-waktu.
Hukumnya menurut jumhur ulama
adalah boleh atau mubah. Dasar dari kebolehannya terdapat dalam Al-Qur’an
Al-Baqarah ayat 229 dan hadis nabi.
Tujuan dari kebolehan khulu’
adalah untuk menghindarkan si istri dari kesulitan dan kemudaratan. Sedangkan
hikmah dari hukum khulu’ adalah tampaknya keadilan Allah sehubungan dengan
hubungan suami istri.
Selain itu khuluk mempunyai rukun
dan syarat khuluk. Dan khlu’ itu dapat dilakukan sendiri antara suami dan istri
dan tidak harus di depan hakim atau oleh hakim.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin. S, Aminuddin. 1999. Fiqh
Munakahat. CV. Pustaka Setia. Bandung.
Rifa’i. M. 1978. Ilmu Fiqih Islam.
CV. Toha Putra. Semarang.
Sarong. H. 2005. Hukum Perkawinan
Islam Di Indonesia. Yayasan Pena. Banda Aceh.
Syarifuddin. A. 2004. Hukum
Perkawinan Islam Di Indonesia:Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang
Perkawinan. Kencana Prenada Media Group . Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar