Wudhu, Mandi dan Tayammum
Disusun
oleh :
Witry
Yulia
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI-YDI)
LUBUK SIKAPING
Tahun Akademik 2011/ 2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji hanya bagi Allah seru sekian alam. Shalawat dan salam semoga tetap
dicurahkan kepada Rasulullah Rahmat bagi alam semesta, para sahabat, keluarga
dan umatnya.
Makalah ini
berjudul Wudhu’, Mandi dan Tayammum. Di dalamnya
disajikan dari bab I sampai bab III. Bab
I yaitu pendahuluan di dalamnya latar belakang, mengambarkan secara umum
makalah ini dan tujuan adalah menjelaskan keinginan yang akan dicapai dalam
penulisan makalah ini, ruang lingkup pembahasan yaitu membatasi permasalahan wudhu’, mandi dan tayammum yang akan dibahas dalam makalah ini. Untuk
Bab II yaitu membahas tentang wudhu’, mandi dan tayammum secara detail, untuk kesimpulan pada makalah ini disajikan pada Bab
III yaitu menyimpulkan isi dari makalah ini
dan menjawab tujuan.
Makalah wudhu’, mandi dan tayammum ini semoga bermamfaat, terutama bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.
Lubuk Sikaping, 07
Maret 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ibadah adalah sesuatu pekerjaan yang dicintai Allah Swt
dan diridhaoi-Nya, perkataan, perbuatan lahir dan bathin. Untuk melaksanakan
sebagian ibadah dan amalan-amalan tertentu haruslah bersuci sebagai mana yang
telah di jelaskan dalam Al-quran surat Al-Ma’idah ayat : 6, surat An-Nisa ayat
: 43 dan beberapa Sabda Rasulullah SAW. (Rasid, S. 1964) dalam hukum islam,
soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang
penting, terutama syarat-syarat sah Shalat telah ditetapkan bahwa seseorang
yang akan mengerjakan abadah shalat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula
badan pakaiyan dan tempatnya dari najis. Firman Allah Swt dalam Al-quran Surat
Al-Baqoroh ayat 222 yang artinya “sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri”
Thaharah atau bersuci ialah mengangkat atau menghilangkan
hadats dan najis dari tubuh. Nasution, L. (1997) thaharah dari hadats ada tiga
macam yaitu whudu’, mandi dan tayammum. Alat yang digunakan untuk bersuci ialah
air untuk wudhu’ dan mandi; tanah untuk tayammum. Dalam hal ini air yang
digunakan haruslah memenuhi persaratan, suci dan mensucikan atau disebut air
mutlak. Demikian pula tanah untuk tayammum harus mempunyai persaratan yang
ditentukan.
2. Tujuan
a. Mengetahui apasaja yang dilakukan sebelum melaksanakan Ibadah shalat
b. Mengetahui pengertian wudhu’, mandi dan tayammum
BAB II
WUDHU’, MANDI DAN TAYAMMUM
A.
Wudhu
a. Pengertian Wudhu’
Menurut lughat wudhu’ adalah perbuatan yang mengunakan
air pada anggota tubuh tertentu (Lahmuddin nasution, 1997) Sedangkan menurut
hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah, wudhu’ diwajibkan sebelum hijrah, pada malam isra’ mi’raj, bersamaan
dengan shalat wajib lima waktu, tetapi kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan
berhadats (Nasution. L, 1997). Selain itu pendapat lain mengatakan wudhu’
adalah suatu syarat untuk sahnya shalat yang dikerjakan sebelum seseorang
mengerjakan shalat. (H. Sulaiman Rasjid, 1987, hal:24).
Jadi wudhu’ adalah perbuatan yang mengunakan air pada
anggota tubuh tertentu, untuk syarat sahnya shalat yang dikerjakan sebelim
mengerjakan shalat.
b. Dasar hukum
Ø Ayat alqur’an.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kakimu.... (al-Ma’idah/5:6)
Ø Hadist Rasul saw.
Artinya: Allah tidak menerima Shalat seseorang kamu bila ia berhadats,
sampai ia berwudhu’. (HR. Bayhaqi, Abu Daud dan Tirmizi)
c. Syarat sah wudhu’
(Drs. H. Moh. Rifa’i, 1978) Syarat sah wudhu’ ialah :
1. Islam, karena wudhu’ itu termasuk ibadah, maka tentu saja ia tidak sah
kecuali dilakukan oleh orang muslim,
2. Tamyiz, artinya orang yang sudah dapat membedakan antara baik dan buruk dari
pekerjaan yang dikerjakannya.
3. Air mutlak,
4. Tidak yang menghalangi baik hissy maupun syar’i, dan
5. Masuk waktu shalat (khusus bagi orang yang hadatsnya berkepanjangan).
d. Rukun wudhu’
Di dalam buku Drs. Lahmuddin Nasution, M. Ag, rukun wudhu’ ada enam yaitu:
1. Niat
Niat artinya menyengajakan sesuatu serentak dengan
melakukannya. Tempat dan pelaku niat itu adalah hati, namun sunah menyertainya
dengan ucapan lisan untuk membantu pernyataan sengaja yang di dalam hati itu.
Niat
berfungsi membedakan antara:
a. Perbuatan ibadat dengan bukan ibadat.
b. Tingkatan-tingkatan ibadat, yakni antara yang fardhu dengan yang sunnah.
Niat adalah salah satu rukun wudhu’
dan merupakan bagian daripadanya. Tanpa niat bearti wudhu’ itu tidak lengkap
sehingga tidak sah. Kewajiban niat didasarkan atas:
Hadits Nabi
saw.
Artinya: Sesungguhnya, tiap-tiap amal hanya(sah) dengan niat.....(H.R. Muttafaq ‘Alayh).
Firman Allah.
Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
menurunkan ketaatan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama dengan lurus. (Al-Bayyinah/98:5).
2. Membasuh muka
Membasuh muka diwajibkan berdasarkan perintah membasuh muka pada surat
Al-Ma’idah.
Artinya: ......maka basuhlah
mukamu......(Al-Ma’idah/5:6).
Basuhan ini mesti merata keseluruh wajah yaitu bagian depan kepala. Batas
yang wajib dibasuh ketika berwudhu’ ialah memanjang dari tempat tumbuh rambut
sampai dengan ujung dagu dan melintang dari daun telinga kedaun telinga lainya.
Dalam membasuh muka air harus mengalir pada bagian luar kulit maupun rambut
yang terdapat pada wajah.
3. Membasuh tangan
Kewajiban membasuh tangan pada wudhu’ didasarkan atas firman Allah:
Artinya: .......dan tanganmu sampai dengan
siku......(Al-Ma’idah/5:6).
Basuhan itu meliputi keseluruhan tangan dari ujung-ujung
jari sampai dengan kedua siku.
4. Menyapu kepala
Yang dimaksud dengan menyapu kepala ialah sekedar menyampaikan air tanpa
mengalir, dengan meletakan tangan yang basah pada kepala. Kewajiban menyapu
kepala pada wudhu’ didasarkan atas firman Allah:
Artinya: .....dan sapulah kepalamu.......(Al-Ma’idah/5:6).
5. Membasuh kaki
Dalam membasuh kaki, kedua mata kaki mesti ikut terbasuh sampai kedua mata
kaki. Kewajiban membasuh kaki pada wudhu’ didasarkan atas firman Allah:
Artinya: ........dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kaki. (Al-Ma’idah/5:6).
Hadits Mughirah mengatakan bahwa ketika Nabi saw berwudhu’ beliau menyapu
ubun-ubun dan sorbanya, kemudian menyapu kedua khufnya (H. R. Muslim).
6. Tertib
Yang dimaksud dengan tertib ialah melakukan rukun-rukun wudhu’ itu sesuai
dengan urutan yang tersebut pada ayat wudhu’ diatas dimulai dengan muka,
tangan, kepala, dan kemudian kaki.
Tertib itu wajib berdasarkan:
a. Urutan pada ayat al-qur’an yang menyatakan hal itu.
b. Bahwa Nabi saw tidak pernah berwudhu’ tanpa tertib.
c. Bahwa Nbi setelah melakukan wudhu’ dengan tertib, mengatakan bahwa
begitulah cara berwudhu’ dan bahwa shalat seseorang hanya diterima Allh swt
jika disertai dengan wudhu’ seperti itu.
d. Bahwa wudhu’ itu adalah ibadah, sama dengan shalat jadi wajib bertertib
seperti shalat pula.
Mengenai ini ada juga yang mengatakan bahwa tertib itu tidak wajib,
melainkan sunnah saja. Pendapat ini dikemukan oleh Abu Hanifah, Sawry, Daud Al
Zahiry dan sebagian ulama malikiyah. Dalil yang mereka kemukakan iyalah bahwa
ayat berwudu’ itu tidak mengandung ketentuan tentang tertib. Walaupun
rukun-rukun wudhu’ itu memang disebutkan berurutan akan tetapi, ‘athaf yang
menyambungkan antara satu dengan yang lainnya adalah ‘waw’ yang tidak
mengandung arti berurutan. Dengan begitu kata mereka, tidak ada kewajiban
tertib hanya sunnah sebab Nabi selalu melakukannya demikian.
e. Hal-hal yang membatalakn wudhu’
Orang-orang yang telah berwudhu’ dipandang suci dari hadats, akan tetapi
ada beberapa hal yang dapat menghilangkan kesuciannya itu dan menyebabkan
berhadats kembali. Yang membatalakan wudhu’ ada lima yaitu:
1.
Keluar sesuatu dari qubul dan dubur, berupa apapun benda
padat, angin, atau cairan kecuali maninya sendiri, baik yang biasa maupun
tidak, keluar dengan sendirinya atau dikeluarkan daripadanya.Dalil-dalil yang
berkenaan dengan ini antara lain:
a.
Firman Allah
Artinya: .....atau kembali dari tempat buang air(kakus). (Al-Ma’idah/5:6)
b.
Hadits
Artinya: Allah tidak akan menerima shalat orang yang berhadats sampai ia
berwudhu’.
2.
Tidur, kecuali dalam keadaan tidur dengan mantap.
Rasulullah saw bersabda:
Artinya: kedua mata
adalah pengikat bagi dubur, maka barang siapa yang tidur hendaklah ia
berwudhu’. (HR. Abu Daud).
3.
Hilang akal dengan sebab gila, mabuk, pitam, penyakit
atau lain-lain. Batalnya wudhu’ dengan hilang akal adalah berdasarkan qiyas
kepada tidur, dengan kehilangan kesadaran sebagai persamaan.
4.
Bersentuh kulit laki-laki dan perempuan. Hal ini
didasarkan atas firman Allah:
Artinya: ...........atau kamu telah menyentuh perempuan......(An-Anisa’/4:43).
Dalam
ayat ini hal menyentuh perempuan disebut bersama-sama dengan buang air besar
dan dihubungkan dengan perintah bertayammum jika tidak ada air. Ini menunjukkan
bahwa menyentuh perempuan adalah hadats seperti buang air.
5.
Menyentuh kemaluan
manusia dengan telapak tangan tanpa alas, berdasarkan sabda rasul saw:
Artinya: barang siapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu’.(HR. Tirmizy).
B.
Mandi (al- Ghusl)
a. Pengertian Mandi
Menurut lughat, mandi disebut al-ghasl bearti mengalir air pada sesuatu.
Sedangkan dalam istilah syara’ ialah mengalir air keseluruh tubuh disertai
dengan niat (Drs. Lahmuddin Nasution, 1997).
b. Dasar hukum
Firman Allah Swt:
Artinya: Janganlah kamu sekalian kerjakan shalat dilaka kamu sedang mabuk
hingga kamu mengetahui apa yang kamu katakan, dan jangan pula kamu kerjakan
shalat ketika kamu sedang junub kecuali lewar mandi lebih dahulu. (An-nisa ayat:43)
Sabda Rasulullah
saw:
Artinya: Sabda Rasulullah saw: apabila bertemu dua penyunatan (khitan) maka
sesungguhnya telah diwajibkan mandi, meskipun tidak keluar mani. (Riwayat Muslim)
c. Rukun mandi
Drs. H. Moh. Rifa’i dalam buku fikih islam lengkap mengatakan rukun mandi
sebagai berikut:
1. Niat yakni menyengajakan mandi untuk menghilangkan hadas besar.
2. Membasuh badan.
3. Menghilangkan najis yang ada pada badan.
4. Meratakan air keseluruh rambut dan kulit.
Selain itu Drs. Lahmuddin Nasution, M.Ag membagi rukun mandi sebagai
berikut:
1. Niat, karena mandi adalah ibadah maka diwajibkan melakukan dengan niat.
Niat itu dianggap sah dengan:
a.
Berniat untuk mengangkat hadats besar, hadats janabah,
haid, nifas, dan lainnya dari seluruh tubuh.
b.
Berniat untuk membolekan shalat, thawaf, atau pekerjaan
lain yang hanya boleh dilakukan dengan thaharah.
c.
Berniat mandi wajib, berniat menunaikan mandi, berniat
thaharah untuk shalat.
2. Menyampaikan air
keseluruh tubuh, meliputi rambut dan permukaan kulit. Kewajiban membasuh rambut
pada waktu mandi didasarkan kepada hadits Nabi saw:
Artinya: Sesungguhnya dibawah tiap-tiap rambut itu ada
janabah, maka basahilah rambut dan bersihkanlah kulit. (HR. Bukhari).
C.
Tayammum
a. Pengertian tayammum
Tayammum adalah
mengusap tanah kemuka dan kedua tangan sampai siku dengan beberapa syarat.
Tayammum adalah penganti wudhu’ dan mandi, sebagai rukhsah(keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air karena
beberapa halangan(uzur) yaitu:
1. Uzur karena sakit, kalau memakai air bertambah sakitnya atau lambat
sembuhnya.
2. Karena dalam perjalanan
3. Karena tidak ada air. (H. Sulaiman Rasjid, 1987)
b. Dasar hukum
Firman Allah Swt:
1. Al-ma’idah/5:6)
Artinya: Dan apabila kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
tempat dari buang air(kakus), atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
mendapat air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik(bersih), sapulah
mukamu dan kedua tanganmu dengan tanah itu.
(Al-Ma’idah/5:6).
2. An-nisa’/ 4:43
c. Syarat tayammum
Syarat tayamum ada empat (H. Sulaiman Rasjid, 1987), yaitu :
a.
Sudah masuk waktu shalat
Tayammum
disyariatkan untuk orang yang terpaksa, sebelum masuk waktu shalat ia belum
terpaksa, sebab shalat belum wajib atasnya ketika itu.
b.
Sudah diusahakan
mencari air tetapi tidak dapat, sedangkan waktu shalat sudah masuk.
c.
Dengan tanah yang suci dan berdebu.
d.
Menghilangkan najis.
Sedangkan Drs. Lahmuddin Nasution, M.Ag syarat tayammum ada lima:
1. Ada ‘uzur, sehingga tidak dapat menggunkan air. ‘uzur menggunkan iar itu
terjadi oleh sebab musafir, sakit atau hajad.
2. Masuk waktu sholat. Tayammum untuk shalat yang berwaktu, baik fardhu maupun
sunnat, hanya dibenarkan setalah masuknya waktu. Alasannya tayammum adalah
thaharah darurat dan tidak ada keadaan darurat sebelum masuknya waktu sholat
3. Mencari air setelah masuknya waktu, sesuai ketentuan pada no satu diatas
4. Tidak dapat menggunakan air karena ‘uzur sayr’i seperti takut akan pencuri
atau ketinggalan dari rombongan.
Tanah yang murni (khalis) dan suci. Tayammum hanya sah dengan menggunakan ‘turab’ tanah yang suci dan berdebu.
d. Rukun Tayammum
Dalam buku fiqh islam karang H. Sulaiman Rasjid, 1987. Rukun tayammum ada
empat yaitu:
1. Niat, orang yang melakukan tayammum hendaklah berniat karena mengerjakan
shalat. Bukan semata-mata untuk menghilangkan hadats saja, sebab sifat tayammum
tidak dapat menghilangkan hadats hanya diperbolehkan karena darurat.
2. Mengusap muka dengan tanah.
3. Mengusap dua tangan sampai kesiku dengan tanah.
4. Menertibkan rukun-rukun.
e. Hal-hal yang membatalkan tayammum (H. Sulaiman Rasjid, 1987) adalah :
1. Tiap-tiap hal yang membatalakan wudhu’ juga membatalkan tayammum.
2. Ada air, mendapat air sebelum shalat batallah tayammum, bagi oarang yang
bertayammum karena ketiadaan air bukan karena sakit. Rasulullah saw bersabda:
Artinya: Dari Abu zar. Rasulullah telah berkata: tanah itu cukup bagimu
untuk bersuci walau engkau tidak mendapat air sampai sepuluh tahun. Tetapi
apabila engkau memperoleh air, hendak engkau sentuhkan air kekulitmu. (Riwayat Tirmizi).
BAB III
KESIMPULAN
Sebelum melakukan ibadah shalat harus membersihkan tubuh dari hadas kecil
dan hadas besar, seperti melaksanakan ibadah wudhu’, mandi dan tayammum. Wudhu’
adalah salah satu ibadah yang dilakukan dengan cara mencuci sebahagian anggota
tubuh dengan air dengan sarat dan rukun sebagai syarat sah sholat yang
dilaksanakan sebelum melaksanakan sholat dan ibadah yang lainnya.
Mandi (al-ghusl) adalah mencuci seluruh tubuh dengan menggunakan air yang
disertai dengan rukun mandi.
Sedangkan tayammum adalah mengusapkan tanah ke sebagian anggota tubuh (muka
dan tangan) sebagai ganti wudhu’ yang dilakukan karena adanya uzur bagi orang
yang tidak dapat memakai air, yang mempunyai sarat dan rukun
DAFTAR
PUSTAKA
Rasjid. S, 1987. Fiqh Islam. Sinar
Baru Algensindo. Bandung.
Rifa’i. M, 1978. Fiqh Islam Lengkap. Karya Toha Putra.
Semarang.
Nasution. L, 1997. Fiqh Ibadah. PT. LOGOS Wacana Ilmu.
Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar