BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Kamis, 19 September 2013

PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK USIA REMAJA



PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK USIA REMAJA
Oleh : Witry Yulia

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI-YDI)
LUBUK SIKAPING

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Hampir semua manusia lahir dan dibesarkan dalam suatu wadah yang disebut keluarga. Kemudian dikelilingi manusia lainnya yang disebut masyarakat dan dalam setiap masyarakat pasti selalu ada nilai-nilai, norma-norma, dan aturan atauran yang harus dipatuhi oleh anggota-anggotanya. Walaupun manusia terlahir dengan membawah bakat-bakat yang terkandung dalam gennya untuk mengembangkan perasaaan, hasrat dan nafsu serta emosi dalam kepribadian setiap individu, tapi untuk meningkatkan dari sisi kepribadiannya sangat dipengaruhi oleh stimuli yang ada dilingkungn sekitarnya seperti lingkungan alam dan sosial budaya.
Akhir-akhir ini, telah muncul gejala-gejala kurang baik yang menimbulkan masalah atau kegoncangan dalam kehidupan keluarga, salah satunya adalah kenakalan anak. Sebagai sistem sosial terkecil, keluarga memiliki pengaruh luar biasa dalam hal pembentukan karakter suatu individu. Keluarga menjalankan peranannya sebagai suatu sistem sosial yang dapat membentuk karakter serta moral seorang anak dengan cara menanamkan nilai-nilai/norma yang baik pada anak . Keluarga tidak hanya sebuah wadah tempat berkumpulnya ayah, ibu, dan anak. Sebuah keluarga sesungguhnya lebih dari itu. Keluarga merupakan tempat ternyaman bagi anak. Berawal, Kemampuan untuk bersosialisasi mengaktualisasikan diri, berpendapat, hingga perilaku yang menyimpang.
Keluarga merupakan payung kehidupan bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat ternyaman bagi seorang anak. Dalam setiap masyarakat, ayah dan ibu merupakan pranata sosial yang sangat penting artinya bagi kehidupan sosial. Seseorang menghabiskan paling banyak waktunya dalam ayah dan ibu dibandingkan dengan di tempat-tempat lain, dan ayah dan ibu adalah wadah di mana sejak dini seorang anak dikondisikan dan dipersiapkan untuk kelak dapat melakukan peranan-peranannya dalam dunia orang dewasa.
Maka dari itu Orang tua (Ayah dan Ibu) mempunyai peranan sebagai teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap pemikiran dan perilaku anak karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan ayah dan ibu. Ayah dan ibu berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat.
Banyak anak yang mengalami krisis moral dan etika, maka sebagai orang tua kita harus mencari dan mengetahui sejauhmana mereka jatuh kedalaman pananya dunia kenakalan orang tua bertanggung jawab sepenuhnya terhadap diri sianak perilaku anak merupakan implementasi dari moral yang dimiliki anak baik-buruknya prilaku atau etika tersebut dipengaruhi faktor pemahaman moral yang ada pada dirinya. sejauhmana ia mencari jatih diri yang sesungguhnya yaitu manusia yang bertanggung jawab dan bermartabat juga karena faktor pengetahuan moral tersebut.
Baik dan buruknya moral anak tergantung bagaimana orang tua mendidik anak tersebut. Dalam hal ini bila mana sianak tumbuh menjadi manusia yang tidak bermoral maka semua itu dikarenakan kelemahan orang tua dalam mendidik anak. Sebaliknya bila anak tumbuh menjadi manusia yang berbudi semua dikarnakan peran serta orang tua sebagai penempah yang bijak. Interaksi anak diluar lingkungan keluarga sangat mempengaruhi perilaku dan moralnya misalnya disekolah, anak tersebut akan bergaul dan berinteraksi dengan berbagai macam perilaku dan jiwa yang berbeda-beda namun semua hal ini dapat dihindari apabila pondasi yang dibangun orang tua telah kokoh dan matang diterima anak, godaan sebesar apapun yang datang tidak akan mempengaruhi moral .
Peran orang tua dalam pendidikan mempunyai peranan besar terhadap masa depan anak. Sehingga demi mendapatkan pendidikan yang terbaik, maka sebagai orang tua harus berusaha untuk dapat menyekolahkan anak sampai ke jenjang pendidikan yang paling tinggi adalah salah satu cara agar anak mampu mandiri secara finansial nantinya. Sebagai orang tua harus sedini mungkin merencanakan masa depan anak-anak agar mereka tidak merana. Masa anak-anak merupakan masa transisi dan kelanjutan dalam menuju tingkat kematangan sebagai persiapan untuk mencapai keremajaan.
Dalam pandangan agama islam anak memiliki posisi yang istimewa. Selain sebagai cahaya mata ayah dan ibu, anak juga merupakan pelestari pahala bagi kedua orang tuanya. Bagi sebuah ayah dan ibu anak adalah penerus nasab (garis keturunan). Anak-anak shalih akan senantiasa mengalirkan pahala bagi kedua orang tuanya, dengan demikian selayaknya orang tua muslim memperhatikan pendidikan anak-anaknya agar mereka menjadi saleh dan saleha. 
Kesadaran terhadap pentingnya mendidik anak shalih akan memotivasi setiap orang tua muslim untuk memperhatikan pendidikan dan pembinaan anak-anaknya agar menjadi pribadi yang mulia. Jangan sampai anak keturunannya tergelincir ke jalan yang sesat disebabkan oleh ketidak pahaman terhadap islam dan hukum-hukumnya. Maka dari itu orang tua harus menanamkan nilai-nilai keagamaan bagi anaknya seperti akhlak atau perilaku yang baik, Aqidah, kejujuran, tanggung jawab, percaya diri dan lain sebagainya.

B.       Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana peran orang tua dalam pendidikan agama Islam terhadap anak usia remaja.






BAB II
PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK USIA REMAJA

A.      Peran Orang Tua
Peran adalah suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan  dengan  posisi  atau  tempat  seseorang  dalam  masyarakat, peranan  dalam  arti  ini  merupakan  rangkaian  peraturan-peraturan  yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. Peran juga dapat berarti perilaku yang diharapkan dari orang yang mempunyai kedudukan atau status.[1]Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan(Soekanto, 2002:243).
Pendidikan seorang ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yang tidak dapat diabaikan sama sekali. Maka dari itu seorang ibu hendaklah seorang yang bijaksana dan pandai mendidik anak-anaknya. Sebagian orang mengatakan kaum ibu adalah pendidik bangsa. Dapat disimpulkan bahwa peranan ibu dalam pendidikan anak-anaknyaadalah sebagai berikut :
1.    Sumber dan pemberi rasa kasih sayang.
2.    Pengasuh dan pemelihara.
3.    Tempat mencurahkan isi hati.
4.    Mengatur kehidupan dalam rumah tangga.
5.    Pendidik dalam segi-segi emosional.[2]
Peranan orang tua dalam keluarga sangat penting dalam menjalankan fungsi sosialisasi pada anak. Kesatuan orang tua yang kuat dapat memberikan pengajaran yang besar bagi anak-anaknya. Orang tua dituntut harus bekerja sama secara baik agar anak dapat mencontohnya, karena anak merupakan mesin perekam yang cukup baik karena masih dalam tahap perekembangan.
Menurut (Ahira, 2002) mengemukakan peranan orang tua adalah  
1.    Sebagai orang tua : Mereka membesarkan, merawat, memelihara, dan memberikan anak kesempatan untuk berkembang.
2.    Seabagai guru : Pertama mengajar ketangkasan motorik, keterampilan melalui latihan-latihan. Kedua adalah mengajarkan peraturan-peraturan tata cara keluarga, dan tatanan lingkungan masyarakat. Ketiga adalah menanamkan pedoman hidup bermasyarakat.
3.    Sebagai tokoh teladan : Orang tua sebagai tokoh yang ditiru pola tingkah lakunya, cara berekspresi, cara berbicara.
4.    Sebagai pengawas : Orang tua sangat memperhatikan, mengamati kelakuan, tingkah laku anak. Mereka mengawasi anak agar tidak melanggar peraturan dirumah maupun diluar lingkungan keluarga (tidak-jangan-stop).

Salah satu usaha yang dilakukan orang tua dalam mensosialisasikan nilai-nilai agama kepada anak mereka adalah seringnya orang tua memberikan nasehat kepada anak-anaknya. Nasehat merupakan ungkapan kata-kata hikmah yag memberikan kesan bahwa ia adalah terpuji dan mulia, selain berupa anjuran agar anak melakukan perbuatan yang baik dan benar, nasehat juga diberikan dalam bentuk melarang.
Peran orang tua sangat penting demi terciptanya suatu kepribadian individu yang diharapkan oleh masyarakat. Oleh karena itu orang tua perlu menyadari akan peran dan tanggung jawab mereka terhadap anak-anaknya yang sangat penting, orang tua sebagai teladan pertama bagi anak-anaknya dan sebagai institusi yang paling berpengaruh terhadap proses sosialisasi anak, kususnya mengenai nilai-nilai agama.
Setiap orang tua tentunya menginginkan agar anak-anaknya dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar. Untuk itu perlunya orang tua memberikan contoh pada anak-anaknya agar sikap anak akan lebih terarah ke hal yang positif.
Selanjutnya nilai keagamaan yang disosialisasikan orang tua terhadap anaknya yaitu sopan santun, atau menghargai orang yang tua dari pada kita, khususnya orang tua kita sendiri.[3]
Beberapa peran orang tua dalam mendidik Anak yaitu :
1.    Tanggung Jawab Pendidikan Iman
Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 132-133 yang artinya : "Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak- anaknya, demikian pula Yaíqub (Ibrahim berkata): Hai anak- anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islamî."(132) "Adakah kamu hadir ketika Yaíqub kedatangan (tanda- tanda) maut, ketika ia Berkata kepada anak-anaknya: Apa yang kamu sembah sepeninggalku? mereka menjawab: Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya"(133).
Allah juga berfirman dalam Surah Luqman (31) ayat 17 yang artinya : "Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Pendidikan Iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar iman, membiasakan anak sejak mulai paham melaksanakan rukun-rukun islam, dan mengajarinya sejak mumayyiz dasar- dasar syariat islam yang agung. Pendidikan iman ini merupakan salah satu tanggung jawab orang tua kepada anak-anaknya.
Pendidikan iman adalah dasar-dasar iman setiap hakikat keimanan dan persoalan gaib yang secara mantap datang melalui berita yang benar, seperti iman kepada Allah SWT, iman kepada Malaikat, iman kepada kitab-kitab samawi, iman kepada Rasul, iman kepada pertanyaan Munkar-Nakir, iman kepada siksa kubur, hari kebangkitan, hati hisab, surga, neraka, dan semua hal-hal yang gaib lainnya.
2.    Tanggung jawab Pendidikan Moral
Pendidikan moral adalah serangkaian sendi moral, keutamaan tingkah laku dan naluri yang wajib dilakukan anak, diusahakan dan dibiasakan sejak anak masih mumayyiz, dan mampu berfikir hingga menjasi mukallaf, berangdsur memasuki usia pemuda dan siap menyongsong kehidupan.
Satu hal yang tidak diragukan bahwa keutamaan akhlak, keutamaan tingkah laku, dan naluri merupakan salah satu buah iman yang meresap dalam pertumbuhan keberagamaan yang sehat.
3.    Tanggung jawab Pendidikan Fisik
Pendidikan fisik adalah pendidikan yang juga mendukung dalam perkembangan anak, seorang anak juga harus memiliki fisik yang kuat dan tegar, apalagi di era globalisasi yang semakin keras Salah satu yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah mengajarkan kepada anak sejak dini usia tentang pentingnya menjaga kesehatan, seperti olahraga teratur dan dari hal-hal yang dapat memberikan efek negatif seperti rokok, minuman keras dan narkoba.
4.    Tanggung jawab Pendidikan Intelektual
Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat (Hadits). Dari hadits nabi ini. Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahui adalah sadakah. "Seseungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya dalam kehidupan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat." (HR. Ar-Rabiií). Dari hadits nabi di atas, jelas sekali bahwa menuntut ilmu itu sangat penting.
5.    Tanggung jawab Pendidikan Psikologis
Secara etimologis, psikologi berasal dari kata ìpsycheî yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan ìlogosî atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung.
Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Keberhasilan pendidikan yang dijalani seorang anak, menurut Psikolog, Bibiana Dyah Cahyani, tidak terlepas dari peran orang tua. Orang tua memiliki peranan yang penting dalam menentukan dan mengarahkan sekolah yang tepat buat anaknya. Tapi bukan suatu hal yang bijak jika pendidikan sepenuhnya diserahkan hanya pada pihak sekolah saja. îSebagus apapun kualitas tempat anak menuntut ilmu secara formal, orang tua tetap memiliki andil yang besar apakah pendidikan yang dijalaninya berhasil atau tidak.
6.    Tanggung jawab pendidikan social
Diantara akhlak seorang mukmin adalah berbicara dengan baik, mendengarkan pembicaraan dengan tekun, bila berjumpa orang dia menyambut dengan wajah ceria dan bila berjanji dia menepati. (HR. Adailami).
Dalam pendidikan sosial, orang tua sangat berperan untuk mengajarkan anak betapa pentingnya hidup dalam bermasyarakat dan menjadikan anak itu adalah anak yang berjiwa sosial.
7.    Tanggung jawab pendidikan seks
Yang kita ketahui bahwa pendidikan seks cenderung untuk orang dewasa saja tapi pendidikan seks harus kita ajarkan juga mulai anak itu dini usia (dalam taraf positif). Contoh pada anak baru mengalami mimpi basah, orang tua harus membaritahukan bahwa dia telah dewasa.
8.    Tanggung jawab pendidikan financial
Pendidkan finansial adalah pendidikan yang dibutuhkan untuk mengubah uang yang kita peroleh dari profesi anda menjadi kemakmuran dan keterjaminan finansial seumur hidup. Pendidikan finansial yang tidak dimiliki oleh jutaan orang tua. Pendidikan finansial yang akan membantu memastikan bahwa anak anda tidak akan berakhir dengan kegagalan finansial dalam hidupnya atau kekurangan secara finansial dan sendirian setelah sepanjang hidup mengurus keluarga dan bekerja keras.[4]

B.       Pendidikan Agama Islam
Islam adalah syariat Allah yang diturunkan kepada umat manusia di muka bumi agar mereka beribadah kepada-Nya. Penanaman keyakinan terhadap Tuhan hanya bisa dilakukan melalui proses pendidikan baik di rumah, sekolah maupun lingkungan. Pendidikan Islam merupakan kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa potensi dapat didikan dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi.[5] Menurut (Sahertian (2000 : 1) mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan."
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya (Ihsan, 1996 : 1)

Sedangkan Pendidikan Agama Islam berarti "usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam". (Zuhairani, 1983 : 27)
Para ahli pendidikan islam telah mencoba memformutasi pengertian pendidikan Islam, di antara batasan yang sangat variatif tersebut adalah :
1.      Al-Syaibany mengemukakan bahwa pendidikan agama islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai sesuatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.
  1. Muhammad fadhil al-Jamaly mendefenisikan pendidikan Islam sebagai upaya pengembangan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurnah, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatanya.
  2. Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil)
4.      Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam (Tafsir, 2005 : 45)

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Agama Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) agar dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologis atau gaya pandang umat islam selama hidup di dunia.
Adapun pengertian lain pendidikan agama islam secara alamiah adalah manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Demikian pula kejadian alam semesta ini diciptakan Tuhan melalui proses setingkat demi setingkat, pola perkembangan manusia dan kejadian alam semesta yang berproses demikian adalah berlangsung di atas hukum alam yang ditetapkan oleh Allah sebagai “sunnatullah”.[6]
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar atau kegiatan yang disengaja dilakukan untuk membimbing sekaligus mengarahkan anak didik menuju terbentuknya pribadi yang utama (insan kamil) berdasarkan nilai-nilai etika Islam dengan tetap memelihara hubungan baik terhadap Allah SWT (HablumminAllah) sesama manusia (hablumminannas), dirinya sendiri dan alam sekitarnya.
Tujuan pendidikan secara formal diartikan sebagai rumusan kualifikasi, pengetahuan, kemampuan dan sikap yang harus dimiliki oleh anak didik setelah selesai suatu pelajaran di sekolah, karena tujuan berfungsi mengarahkan, mengontrol dan memudahkan evaluasi suatu aktivitas sebab tujuan pendidikan itu adalah identik dengan tujuan hidup manusia.[7]
Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah untuk mencapai kwalitas yang disebutkan oleh al-Qur'an dan hadits sedangkan fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang dasar No. 20 Tahun 2003.[8]
Tujuan agama Islam di Sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalamhal keimanan, ketaqwaannya.[9]
Tujuan pendidikan merupakan hal yang dominan dalam pendidikan. Oleh karena itu berbicara pendidikan agama Islam, baikmakna maupun tujuannya haruslahmengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi anak didikyang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan di akhirat kelak.[10]
Tujuan khusus pendidikan seperti di SLTP adalah untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut serta meningkatkan tata cara membaca al-Qur’an dan tajwid sampai kepada tata cara menerapkan hukum bacaan mad dan wakaf. Membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan tasawuh dan menjawukan diri dari perilaku tercela seperti ananiah, hasad, ghadab dan namimah serta memahami dan meneladani tata cara mandi wajib dan shalat-shalat wajib maupun shalat sunat (Riyanto, 2006 : 160).

Sedangkan tujuan lain untuk menjadikan anak didik agar menjadi pemeluk agama yang aktif dan menjadi masyarakat atau warga negara yang baik dimana keduanya itu terpadu untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan merupakan suatu hakekat, sehingga setiap pemeluk agama yang aktif secara otomatis akan menjadi warga negara yang baik, terciptalah warga negara yang pancasilis dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.



C.      Anak Usia Remaja
Masalah remaja sudah menjadi kenyataan sosial dalam masyarakat kita. Terlebih lagi kalau dipertimbangkan bahwa remaja sebagai generasi adalah yang akan mengisi berbagai posisi dalam masyarakat di masa yang akan datang, yang akan meneruskan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara di masa depan.[11]
Remaja adalah periode transisi antara anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau seseorang yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah teransang perasaannya, dan sebagainya.[12]
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja ini sering dianggap sebagai masa peralihan, dimana saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan orang dewasa. Menurut Anna Freud (dalam Yusuf. S, 2004). Masa remaja juga dikenal dengan masa strom and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi. Pada masa ini remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan dan sebagai akibatnya akan muncul kekecewaan dan penderitaan, meningkatnya konflik dan pertentangan, impian dan khayalan, pacaran dan percintaan, keterasinagan dari kehidupan dewasa dan norma kebudayaan (Gunarsa, 1986).

Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/jati diri. Individu ingin mendapat pengakuan tentang apa yang dapat ia hasilkan bagi orang lain. Apabila individu berhasil dalam masa ini maka akan diperoleh suatu kondisi yang disebut identity reputation (memperoleh identitas). Apabila mengalami kegagalan, akan mengalami Identity Diffusion (kekaburan identitas). Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya.
Fase-fase masa remaja (pubertas) menurut Monks dkk (2004) yaitu antara umur 12 – 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun termasuk masa remaja pertengahan, 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir.

Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak remaja:
1.    Pertumbuhan fisik
Pada masa remaja, pertumbuhan fisik mengalami perubahan lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Pada fase ini remaja memerlukan asupan gizi yang lebih, agar pertumbuhan bisa berjalan secara optimal. Perkembangan fisik remaja jelas terlihat pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan, serta otot-otot tubuh berkembang pesat.
2.    Perkembangan seksual
Terdapat perbedaan tanda-tanda dalam perkembangan seksual pada remaja. Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya alat reproduksi spermanya mulai berproduksi, ia mengalami masa mimpi yang pertama, yang tanpa sadar mengeluarkan sperma. Sedangkan pada anak perempuan, bila rahimnya sudah bisa dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi yang pertama.
Terdapat ciri lain pada anak laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki pada lehernya menonjol buah jakun yang bisa membuat nada suaranya pecah; didaerah wajah, ketiak, dan di sekitar kemaluannya mulai tumbuh bulu-bulu atau rambut; kulit menjadi lebih kasar, tidak jernih, warnanya pucat dan pori-porinya meluas. Pada anak perempuan, diwajahnya mulai tumbuh jerawat, hal ini dikarenakan produksi hormon dalam tubuhnya meningkat. Pinggul membesar bertambah lebar dan bulat akibat dari membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit. Payudara membesar dan rambut tumbuh di daerah ketiak dan sekitar kemaluan. Suara menjadi lebih penuh dan merdu.
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri ataupun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: Follicle-Stimulating Hormone (FSH), dan Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
3.    Cara berfikir kausalitas
Hal ini menyangkut tentang hubungan sebab akibat. Remaja sudah mulai berfikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka tidak akan terima jika dilarang melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang logis. Misalnya, remaja makan didepan pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil berkata “pantang”. Sebagai remaja mereka akan menanyakan mengapa hal itu tidak boleh dilakukan dan jika orang tua tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan maka dia akan tetap melakukannya. Apabila guru/pendidik dan oarang tua tidak memahami cara berfikir remaja, akibatnya akan menimbulkan kenakalan remaja berupa perkelahian antar pelajar.
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
4.    Emosi yang meluap-meluap
Emosi pada remaja masih labil, karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Mereka belum bisa mengontrol emosi dengan baik. Dalam satu waktu mereka akan kelihatan sangat senang sekali tetapi mereka tiba-tiba langsung bisa menjadi sedih atau marah. Contohnya pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang tersinggung perasaannya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis. Saat melakukan sesuatu mereka hanya menuruti ego dalam diri tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi.
5.    Perkembangan Sosial
Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku.
Oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Ketrampilan-ketrampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Ketrampilan tersebut harus mulai dikembangkan sejak masih anak-anak, misalnya dengan memberikan waktu yang cukup buat anak-anak untuk bermain atau bercanda dengan teman-teman sebaya, memberikan tugas dan tanggungjawab sesuai perkembangan anak, dsb.
6.    Perkembangan Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
Peranan orang tua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.
7.    Perkembangan Kepribadian
Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu mengambarkan pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung dikucilkan. Disinilah pentingnya orangtua memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.[13]









BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
peranan orang tua adalah sebagai orang tua : Mereka membesarkan, merawat, memelihara, dan memberikan anak kesempatan untuk berkembang. Sebagai guru : Pertama mengajar ketangkasan motorik, keterampilan melalui latihan-latihan. Kedua adalah mengajarkan peraturan-peraturan tata cara keluarga, dan tatanan lingkungan masyarakat. Ketiga adalah menanamkan pedoman hidup bermasyarakat. Sebagai tokoh teladan : Orang tua sebagai tokoh yang ditiru pola tingkah lakunya, cara berekspresi, cara berbicara. Sebagai pengawas : Orang tua sangat memperhatikan, mengamati kelakuan, tingkah laku anak. Mereka mengawasi anak agar tidak melanggar peraturan dirumah maupun diluar lingkungan keluarga (tidak-jangan-stop).
Pendidikan Agama Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) agar dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologis atau gaya pandang umat islam selama hidup di dunia.
Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/jati diri. Individu ingin mendapat pengakuan tentang apa yang dapat ia hasilkan bagi orang lain. Apabila individu berhasil dalam masa ini maka akan diperoleh suatu kondisi yang disebut identity reputation (memperoleh identitas). Apabila mengalami kegagalan, akan mengalami Identity Diffusion (kekaburan identitas). Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya.

B.       Saran
Semoga dengan tersusunya makalah ini dapat memberikan gambaran dan menambah wawasan kita tentang peran orang tua dalam pendidikan agama Islam pada anak usia remaja. Dari pembahasan materi ini kami mengalami beberapa kendala dalam penyusunan makalah. Oleh karena itu kami membutuhkan saran dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.














DAFTAR PUSTAKA

Anne, A., 2002. Pentingnya peran orang tua dalam mendidik Anak pada 17 Maret 2012 http://www.anneahira.com/peranan-orang-tua-dalam-mendidik-anak.htm.
Azmi, M., 2006,  Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah, Jogjakarta : Cupid.
http://www.sarjanaku.com/2011/05/.Pendidikan Agama Islam Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup html.
Majid, A, Andayani, D., 2004, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Purwanto, N., 2006,  Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Wirawan, S., 2008, Psikologi Remaja, Jakarta : PT. Grafindo Persada.




[1] Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah, (Jogjakarta: Cupid, 2006). h.105

[2] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), Cet, ke-17, Jilid 2, h. 82
[3] Ahira Anne, 2002. Pentingnya peran orang tua dalam mendidik Anak pada 17 Maret 2012 http://www.anneahira.com/peranan-orang-tua-dalam-mendidik-anak.htm.
[4] http://fosqi-kairo.blogspot.com/2011/10/peran-orang-tua-dalam-pendidikan-anak.html

[5] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 130
[6] http://www.sarjanaku.com/2011/05/.Pendidikan Agama Islam > Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup html

[7] Ibid.
[8] Ibid
[9] Abdul Majid dan Dian Andayani, op. Cit., h. 134
[10] Ibid., h. 136
[11] Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, ( Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2008), Edisi Revisi-12, h. 4
[12] Ibid. h. 2
[13] http://islamind.blogspot.com/2011/12/karakteristik-anak-usia-smp-remaja.html

0 komentar: