PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM PADA ANAK USIA REMAJA
Oleh : Witry Yulia
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
LUBUK SIKAPING
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir semua manusia lahir dan dibesarkan dalam suatu wadah yang
disebut keluarga. Kemudian dikelilingi manusia lainnya yang disebut masyarakat
dan dalam setiap masyarakat pasti selalu ada nilai-nilai, norma-norma, dan
aturan atauran yang harus dipatuhi oleh anggota-anggotanya. Walaupun manusia terlahir
dengan membawah bakat-bakat yang terkandung dalam gennya untuk mengembangkan
perasaaan, hasrat dan nafsu serta emosi dalam kepribadian setiap individu, tapi
untuk meningkatkan dari sisi kepribadiannya sangat dipengaruhi oleh stimuli
yang ada dilingkungn sekitarnya seperti lingkungan alam dan sosial budaya.
Akhir-akhir ini, telah muncul
gejala-gejala kurang baik yang menimbulkan masalah atau kegoncangan dalam
kehidupan keluarga, salah satunya adalah kenakalan anak. Sebagai sistem sosial
terkecil, keluarga memiliki pengaruh luar biasa dalam hal pembentukan karakter
suatu individu. Keluarga menjalankan peranannya sebagai suatu sistem sosial
yang dapat membentuk karakter serta moral seorang anak dengan cara menanamkan
nilai-nilai/norma yang baik pada anak . Keluarga tidak hanya sebuah wadah
tempat berkumpulnya ayah, ibu, dan anak. Sebuah keluarga sesungguhnya lebih
dari itu. Keluarga merupakan tempat ternyaman bagi anak. Berawal, Kemampuan untuk
bersosialisasi mengaktualisasikan diri, berpendapat, hingga perilaku yang
menyimpang.
Keluarga merupakan
payung kehidupan bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat ternyaman bagi
seorang anak. Dalam setiap masyarakat, ayah dan ibu
merupakan pranata sosial yang sangat penting artinya bagi kehidupan sosial.
Seseorang menghabiskan paling banyak waktunya dalam ayah dan ibu dibandingkan
dengan di tempat-tempat lain, dan ayah dan ibu adalah wadah di mana sejak dini
seorang anak dikondisikan dan dipersiapkan untuk kelak dapat melakukan
peranan-peranannya dalam dunia orang dewasa.
Maka dari itu Orang
tua (Ayah dan Ibu) mempunyai peranan sebagai teladan pertama bagi pembentukan
pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan
sendirinya memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap pemikiran dan
perilaku anak karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada
berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan ayah dan ibu. Ayah dan ibu
berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat.
Banyak anak yang
mengalami krisis moral dan etika, maka sebagai orang tua kita harus mencari dan
mengetahui sejauhmana mereka jatuh kedalaman pananya dunia kenakalan orang tua
bertanggung jawab sepenuhnya terhadap diri sianak perilaku anak merupakan
implementasi dari moral yang dimiliki anak baik-buruknya prilaku atau etika
tersebut dipengaruhi faktor pemahaman moral yang ada pada dirinya. sejauhmana
ia mencari jatih diri yang sesungguhnya yaitu manusia yang bertanggung jawab dan
bermartabat juga karena faktor pengetahuan moral tersebut.
Baik dan buruknya
moral anak tergantung bagaimana orang tua mendidik anak tersebut. Dalam hal ini
bila mana sianak tumbuh menjadi manusia yang tidak bermoral maka semua itu
dikarenakan kelemahan orang tua dalam mendidik anak. Sebaliknya bila anak
tumbuh menjadi manusia yang berbudi semua dikarnakan peran serta orang tua
sebagai penempah yang bijak. Interaksi anak diluar lingkungan keluarga sangat
mempengaruhi perilaku dan moralnya misalnya disekolah, anak tersebut akan
bergaul dan berinteraksi dengan berbagai macam perilaku dan jiwa yang
berbeda-beda namun semua hal ini dapat dihindari apabila pondasi yang dibangun
orang tua telah kokoh dan matang diterima anak, godaan sebesar apapun yang
datang tidak akan mempengaruhi moral .
Peran orang tua dalam
pendidikan mempunyai peranan besar terhadap masa depan anak. Sehingga demi
mendapatkan pendidikan yang terbaik, maka sebagai orang tua harus berusaha
untuk dapat menyekolahkan anak sampai ke jenjang pendidikan yang paling tinggi
adalah salah satu cara agar anak mampu mandiri secara finansial nantinya.
Sebagai orang tua harus sedini mungkin merencanakan masa depan anak-anak agar
mereka tidak merana. Masa anak-anak merupakan masa transisi dan kelanjutan dalam
menuju tingkat kematangan sebagai persiapan untuk mencapai keremajaan.
Dalam pandangan agama
islam anak memiliki posisi yang istimewa. Selain sebagai cahaya mata ayah dan
ibu, anak juga merupakan pelestari pahala bagi kedua orang tuanya. Bagi sebuah
ayah dan ibu anak adalah penerus nasab (garis keturunan). Anak-anak shalih akan
senantiasa mengalirkan pahala bagi kedua orang tuanya, dengan demikian
selayaknya orang tua muslim memperhatikan pendidikan anak-anaknya agar mereka
menjadi saleh dan saleha.
Kesadaran terhadap
pentingnya mendidik anak shalih akan memotivasi setiap orang tua muslim untuk
memperhatikan pendidikan dan pembinaan anak-anaknya agar menjadi pribadi yang
mulia. Jangan sampai anak keturunannya tergelincir ke jalan yang sesat
disebabkan oleh ketidak pahaman terhadap islam dan hukum-hukumnya. Maka dari
itu orang tua harus menanamkan nilai-nilai keagamaan bagi anaknya seperti
akhlak atau perilaku yang baik, Aqidah, kejujuran, tanggung jawab, percaya diri
dan lain sebagainya.
B.
Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana peran orang tua
dalam pendidikan agama Islam terhadap anak usia remaja.
BAB II
PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM PADA ANAK USIA REMAJA
A.
Peran Orang Tua
Peran adalah suatu konsep prihal apa yang dapat
dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan
meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi
atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan
dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
kemasyarakatan. Peran juga dapat berarti perilaku yang diharapkan dari orang
yang mempunyai kedudukan atau status.[1]”Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan,
apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya
maka ia menjalankan suatu peranan”(Soekanto, 2002:243).
Pendidikan seorang ibu
terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yang tidak dapat diabaikan sama
sekali. Maka dari itu seorang ibu hendaklah seorang yang bijaksana dan pandai
mendidik anak-anaknya. Sebagian orang mengatakan kaum ibu adalah pendidik
bangsa. Dapat disimpulkan bahwa peranan ibu dalam pendidikan anak-anaknyaadalah
sebagai berikut :
1. Sumber dan pemberi rasa
kasih sayang.
2. Pengasuh dan pemelihara.
3. Tempat mencurahkan isi
hati.
4. Mengatur kehidupan dalam
rumah tangga.
5. Pendidik dalam segi-segi
emosional.[2]
Peranan orang tua dalam keluarga sangat penting dalam menjalankan fungsi
sosialisasi pada anak. Kesatuan orang tua yang kuat dapat memberikan pengajaran
yang besar bagi anak-anaknya. Orang tua dituntut harus bekerja sama secara baik agar anak dapat mencontohnya, karena anak merupakan mesin perekam yang
cukup baik karena masih dalam tahap perekembangan.
Menurut
(Ahira, 2002) mengemukakan peranan orang tua adalah
1.
Sebagai orang tua : Mereka
membesarkan, merawat, memelihara, dan memberikan anak kesempatan untuk
berkembang.
2.
Seabagai guru : Pertama mengajar
ketangkasan motorik, keterampilan melalui latihan-latihan. Kedua adalah
mengajarkan peraturan-peraturan tata cara keluarga, dan tatanan lingkungan
masyarakat. Ketiga adalah menanamkan pedoman hidup bermasyarakat.
3.
Sebagai tokoh teladan : Orang tua
sebagai tokoh yang ditiru pola tingkah lakunya, cara berekspresi, cara
berbicara.
4.
Sebagai pengawas : Orang tua sangat
memperhatikan, mengamati kelakuan, tingkah laku anak. Mereka mengawasi anak
agar tidak melanggar peraturan dirumah maupun diluar lingkungan keluarga
(tidak-jangan-stop).
Salah satu usaha yang dilakukan orang tua dalam
mensosialisasikan nilai-nilai agama kepada anak mereka adalah seringnya orang
tua memberikan nasehat kepada anak-anaknya. Nasehat merupakan ungkapan
kata-kata hikmah yag memberikan kesan bahwa ia adalah terpuji dan mulia, selain
berupa anjuran agar anak melakukan perbuatan yang baik dan benar, nasehat juga
diberikan dalam bentuk melarang.
Peran orang tua sangat penting demi terciptanya suatu
kepribadian individu yang diharapkan oleh masyarakat. Oleh karena itu orang tua
perlu menyadari akan peran dan tanggung jawab mereka terhadap anak-anaknya yang
sangat penting, orang tua sebagai teladan pertama bagi anak-anaknya dan sebagai
institusi yang paling berpengaruh terhadap proses sosialisasi anak, kususnya
mengenai nilai-nilai agama.
Setiap orang tua tentunya menginginkan agar anak-anaknya dapat
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar. Untuk itu perlunya orang tua
memberikan contoh pada anak-anaknya agar sikap anak akan lebih terarah ke hal
yang positif.
Selanjutnya nilai keagamaan yang disosialisasikan orang tua
terhadap anaknya yaitu sopan santun, atau menghargai orang yang tua dari pada
kita, khususnya orang tua kita sendiri.[3]
Beberapa peran orang tua dalam mendidik Anak yaitu :
1. Tanggung Jawab Pendidikan Iman
Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah
ayat 132-133 yang artinya : "Dan Ibrahim
Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak- anaknya, demikian pula YaÃqub (Ibrahim berkata): Hai
anak- anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islamî."(132) "Adakah kamu hadir
ketika YaÃqub kedatangan (tanda- tanda) maut, ketika ia Berkata kepada
anak-anaknya: Apa yang kamu sembah sepeninggalku? mereka menjawab: Kami akan
menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu)
Tuhan yang Maha Esa dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya"(133).
Allah juga berfirman dalam Surah Luqman (31) ayat 17 yang artinya : "Hai anakku,
Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah).
Pendidikan Iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar iman,
membiasakan anak sejak mulai paham melaksanakan rukun-rukun islam, dan
mengajarinya sejak mumayyiz dasar-
dasar syariat islam yang agung. Pendidikan iman ini merupakan salah satu tanggung
jawab orang tua kepada anak-anaknya.
Pendidikan iman adalah dasar-dasar iman setiap hakikat keimanan
dan persoalan gaib yang secara mantap datang melalui berita yang benar, seperti
iman kepada Allah SWT, iman kepada Malaikat, iman kepada kitab-kitab samawi, iman
kepada Rasul, iman kepada pertanyaan Munkar-Nakir, iman kepada siksa kubur,
hari kebangkitan, hati hisab, surga, neraka, dan semua hal-hal yang
gaib lainnya.
2. Tanggung jawab Pendidikan Moral
Pendidikan moral adalah serangkaian sendi moral, keutamaan
tingkah laku dan naluri yang wajib dilakukan anak, diusahakan dan dibiasakan
sejak anak masih mumayyiz, dan mampu
berfikir hingga menjasi mukallaf, berangdsur memasuki usia pemuda dan siap
menyongsong kehidupan.
Satu hal yang tidak diragukan bahwa keutamaan akhlak, keutamaan tingkah laku, dan naluri
merupakan salah satu buah iman yang meresap dalam pertumbuhan keberagamaan yang
sehat.
3. Tanggung jawab Pendidikan Fisik
Pendidikan fisik adalah pendidikan yang juga mendukung dalam
perkembangan anak, seorang anak juga harus memiliki fisik yang kuat dan tegar,
apalagi di era globalisasi yang semakin keras Salah satu yang perlu
diperhatikan oleh orang tua adalah mengajarkan kepada anak sejak dini usia tentang
pentingnya menjaga kesehatan, seperti olahraga teratur dan dari hal-hal yang
dapat memberikan efek negatif seperti rokok, minuman keras dan narkoba.
4. Tanggung jawab Pendidikan Intelektual
Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat (Hadits). Dari hadits nabi ini.
Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah
Azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahui adalah
sadakah. "Seseungguhnya
ilmu pengetahuan menempatkan orangnya dalam kehidupan terhormat dan mulia
(tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di
akhirat." (HR. Ar-RabiiÃ). Dari hadits nabi di atas, jelas sekali bahwa menuntut ilmu itu
sangat penting.
5. Tanggung jawab Pendidikan Psikologis
Secara etimologis, psikologi berasal dari kata ìpsycheî
yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan ìlogosî atau ilmu. Dilihat dari
arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang
mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni
adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan
psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena
jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara
langsung.
Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin
untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam
bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan
demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari
tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Keberhasilan pendidikan yang dijalani seorang anak, menurut
Psikolog, Bibiana Dyah Cahyani, tidak terlepas dari peran orang tua. Orang tua memiliki
peranan yang penting dalam menentukan dan mengarahkan sekolah yang tepat buat
anaknya. Tapi bukan suatu hal yang bijak jika pendidikan sepenuhnya diserahkan
hanya pada pihak sekolah saja. îSebagus apapun kualitas tempat anak menuntut
ilmu secara formal, orang tua tetap memiliki andil yang besar apakah pendidikan
yang dijalaninya berhasil atau tidak.
6. Tanggung jawab pendidikan social
Diantara akhlak seorang mukmin adalah berbicara dengan baik,
mendengarkan pembicaraan dengan tekun, bila berjumpa orang dia menyambut dengan
wajah ceria dan bila berjanji dia menepati. (HR. Adailami).
Dalam pendidikan sosial, orang tua sangat berperan untuk
mengajarkan anak betapa pentingnya hidup dalam bermasyarakat dan menjadikan
anak itu adalah anak yang berjiwa sosial.
7. Tanggung jawab pendidikan seks
Yang kita ketahui bahwa pendidikan seks cenderung untuk orang
dewasa saja tapi pendidikan seks harus kita ajarkan juga mulai anak itu dini
usia (dalam taraf positif). Contoh pada anak baru mengalami mimpi basah, orang
tua harus membaritahukan bahwa dia telah dewasa.
8. Tanggung jawab pendidikan financial
Pendidkan finansial adalah pendidikan yang dibutuhkan untuk
mengubah uang yang kita peroleh dari profesi anda menjadi kemakmuran dan
keterjaminan finansial seumur hidup. Pendidikan finansial yang tidak dimiliki oleh
jutaan orang tua. Pendidikan finansial yang akan membantu memastikan bahwa anak
anda tidak akan berakhir dengan kegagalan finansial dalam hidupnya atau
kekurangan secara finansial dan sendirian setelah sepanjang hidup mengurus
keluarga dan bekerja keras.[4]
B. Pendidikan Agama Islam
Islam adalah syariat Allah yang
diturunkan kepada umat manusia di muka bumi agar mereka beribadah kepada-Nya.
Penanaman keyakinan terhadap Tuhan hanya bisa dilakukan melalui proses
pendidikan baik di rumah, sekolah maupun lingkungan. Pendidikan Islam merupakan
kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk pedagogis manusia dilahirkan dengan
membawa potensi dapat didikan dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di
bumi.[5]
Menurut (Sahertian (2000 : 1) “mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja
dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan."
Pendidikan merupakan
usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan
baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam
masyarakat dan kebudayaan. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan dapat
diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar
pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang berfungsi
sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan
pendidikannya (Ihsan, 1996 : 1)
Sedangkan Pendidikan Agama Islam berarti "usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu
anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam". (Zuhairani, 1983
: 27)
Para ahli pendidikan
islam telah mencoba memformutasi pengertian pendidikan Islam, di antara batasan
yang sangat variatif tersebut adalah :
1.
Al-Syaibany mengemukakan bahwa pendidikan agama islam adalah proses
mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat
dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran
sebagai sesuatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi
asasi dalam masyarakat.
- Muhammad fadhil al-Jamaly mendefenisikan pendidikan Islam sebagai upaya pengembangan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurnah, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatanya.
- Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil)
4.
Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan
islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai dengan ajaran Islam (Tafsir, 2005 : 45)
Dari
pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Agama Islam adalah suatu
sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) agar dapat mengarahkan
kehidupannya sesuai dengan ideologis atau gaya pandang umat islam selama hidup
di dunia.
Adapun pengertian lain
pendidikan agama islam secara alamiah adalah manusia tumbuh dan berkembang
sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap.
Demikian pula kejadian alam semesta ini diciptakan Tuhan melalui proses
setingkat demi setingkat, pola perkembangan manusia dan kejadian alam semesta
yang berproses demikian adalah berlangsung di atas hukum alam yang ditetapkan
oleh Allah sebagai “sunnatullah”.[6]
Berdasarkan uraian di
atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar atau kegiatan yang
disengaja dilakukan untuk membimbing sekaligus mengarahkan anak didik menuju
terbentuknya pribadi yang utama (insan kamil) berdasarkan nilai-nilai etika Islam
dengan tetap memelihara hubungan baik terhadap Allah SWT (HablumminAllah)
sesama manusia (hablumminannas), dirinya sendiri dan alam sekitarnya.
Tujuan pendidikan
secara formal diartikan sebagai rumusan kualifikasi, pengetahuan, kemampuan dan
sikap yang harus dimiliki oleh anak didik setelah selesai suatu pelajaran di
sekolah, karena tujuan berfungsi mengarahkan, mengontrol dan memudahkan
evaluasi suatu aktivitas sebab tujuan pendidikan itu adalah identik dengan
tujuan hidup manusia.[7]
Tujuan umum Pendidikan
Agama Islam adalah untuk mencapai kwalitas yang disebutkan oleh al-Qur'an dan
hadits sedangkan fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi
tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang
tercantum dalam Undang-Undang dasar No. 20 Tahun 2003.[8]
Tujuan
agama Islam di Sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan
melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan serta pengalaman peserta didik tentang
agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalamhal
keimanan, ketaqwaannya.[9]
Tujuan
pendidikan merupakan hal yang dominan dalam pendidikan. Oleh karena itu
berbicara pendidikan agama Islam, baikmakna maupun tujuannya haruslahmengacu
pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial
atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai
keberhasilan hidup (hasanah) di dunia
bagi anak didikyang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan di akhirat kelak.[10]
Tujuan khusus
pendidikan seperti di SLTP adalah untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut serta meningkatkan tata cara membaca al-Qur’an dan
tajwid sampai kepada tata cara menerapkan hukum bacaan mad dan wakaf.
Membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan tasawuh dan menjawukan diri
dari perilaku tercela seperti ananiah, hasad, ghadab dan namimah serta memahami
dan meneladani tata cara mandi wajib dan shalat-shalat wajib maupun shalat
sunat (Riyanto, 2006 : 160).
Sedangkan tujuan lain
untuk menjadikan anak didik agar menjadi pemeluk agama yang aktif dan menjadi
masyarakat atau warga negara yang baik dimana keduanya itu terpadu untuk
mewujudkan apa yang dicita-citakan merupakan suatu hakekat, sehingga setiap
pemeluk agama yang aktif secara otomatis akan menjadi warga negara yang baik,
terciptalah warga negara yang pancasilis dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
C. Anak Usia Remaja
Masalah remaja sudah menjadi
kenyataan sosial dalam masyarakat kita. Terlebih lagi kalau dipertimbangkan
bahwa remaja sebagai generasi adalah yang akan mengisi berbagai posisi dalam
masyarakat di masa yang akan datang, yang akan meneruskan kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara di masa depan.[11]
Remaja adalah periode transisi
antara anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau seseorang
yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah teransang
perasaannya, dan sebagainya.[12]
Masa remaja merupakan
sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya
seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja ini sering dianggap sebagai masa
peralihan, dimana saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai
anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan
orang dewasa. Menurut Anna Freud (dalam Yusuf. S, 2004). Masa
remaja juga dikenal dengan masa strom and stress dimana terjadi pergolakan
emosi yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang
bervariasi. Pada masa ini remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan dan sebagai
akibatnya akan muncul kekecewaan dan penderitaan, meningkatnya konflik dan
pertentangan, impian dan khayalan, pacaran dan percintaan, keterasinagan dari
kehidupan dewasa dan norma kebudayaan (Gunarsa, 1986).
Masa remaja merupakan
masa untuk mencari identitas/jati diri. Individu ingin mendapat pengakuan
tentang apa yang dapat ia hasilkan bagi orang lain. Apabila individu berhasil
dalam masa ini maka akan diperoleh suatu kondisi yang disebut identity
reputation (memperoleh identitas). Apabila mengalami kegagalan, akan mengalami Identity Diffusion (kekaburan
identitas). Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa
ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya.
Fase-fase masa remaja (pubertas)
menurut Monks dkk (2004) yaitu antara umur 12 – 21 tahun, dengan pembagian
12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun termasuk masa remaja
pertengahan, 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir.
Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak remaja:
1. Pertumbuhan fisik
Pada masa remaja,
pertumbuhan fisik mengalami perubahan lebih cepat dibandingkan dengan masa
anak-anak dan masa dewasa. Pada fase ini remaja memerlukan asupan gizi yang
lebih, agar pertumbuhan bisa berjalan secara optimal. Perkembangan fisik remaja
jelas terlihat pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan, serta otot-otot
tubuh berkembang pesat.
2. Perkembangan seksual
Terdapat perbedaan
tanda-tanda dalam perkembangan seksual pada remaja. Tanda-tanda perkembangan
seksual pada anak laki-laki diantaranya alat reproduksi spermanya mulai
berproduksi, ia mengalami masa mimpi yang pertama, yang tanpa sadar
mengeluarkan sperma. Sedangkan pada anak perempuan, bila rahimnya sudah bisa
dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi yang pertama.
Terdapat ciri lain
pada anak laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki pada lehernya menonjol
buah jakun yang bisa membuat nada suaranya pecah; didaerah wajah, ketiak, dan
di sekitar kemaluannya mulai tumbuh bulu-bulu atau rambut; kulit menjadi lebih
kasar, tidak jernih, warnanya pucat dan pori-porinya meluas. Pada anak
perempuan, diwajahnya mulai tumbuh jerawat, hal ini dikarenakan produksi hormon
dalam tubuhnya meningkat. Pinggul membesar bertambah lebar dan bulat akibat
dari membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit. Payudara
membesar dan rambut tumbuh di daerah ketiak dan sekitar kemaluan. Suara menjadi
lebih penuh dan merdu.
Pada saat seorang anak
memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja
putri ataupun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami
perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba
memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada masa pubertas,
hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones)
yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: Follicle-Stimulating Hormone (FSH), dan Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan
estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki,
Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone
(ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari
hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak
perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya
sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai
berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot,
dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk
fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa
mereka pada dunia remaja.
3. Cara berfikir kausalitas
Hal ini menyangkut
tentang hubungan sebab akibat. Remaja sudah mulai berfikir kritis sehingga ia
akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak
kecil. Mereka tidak akan terima jika dilarang melakukan sesuatu oleh orang yang
lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang logis. Misalnya, remaja makan didepan
pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil berkata “pantang”. Sebagai remaja
mereka akan menanyakan mengapa hal itu tidak boleh dilakukan dan jika orang tua
tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan maka dia akan tetap melakukannya.
Apabila guru/pendidik dan oarang tua tidak memahami cara berfikir remaja,
akibatnya akan menimbulkan kenakalan remaja berupa perkelahian antar pelajar.
Perkembangan kognitif
remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif)
merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal
(period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah
memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang
kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa
sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan
masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara
logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir
multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa
adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya
dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman
masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja
mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di
negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja
(bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan
kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap
perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang
digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai
dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang
tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan
kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa
juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan
remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam
memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya,
seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat
mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk
menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
4. Emosi yang meluap-meluap
Emosi pada remaja
masih labil, karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Mereka belum bisa
mengontrol emosi dengan baik. Dalam satu waktu mereka akan kelihatan sangat
senang sekali tetapi mereka tiba-tiba langsung bisa menjadi sedih atau marah.
Contohnya pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang tersinggung
perasaannya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada
pikiran yang realistis. Saat melakukan sesuatu mereka hanya menuruti ego dalam
diri tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi.
5. Perkembangan Sosial
Sebagai makhluk
sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan
diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku.
Oleh karena itu setiap
individu dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan
penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Ketrampilan-ketrampilan
tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Ketrampilan tersebut harus
mulai dikembangkan sejak masih anak-anak, misalnya dengan memberikan waktu yang
cukup buat anak-anak untuk bermain atau bercanda dengan teman-teman sebaya,
memberikan tugas dan tanggungjawab sesuai perkembangan anak, dsb.
6. Perkembangan Moral
Masa remaja adalah
periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang
terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri
mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat
penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan
dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan
sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana,
dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai
mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak
alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan
pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan
dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya
“kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia
akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis
pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali
membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan
tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir
dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka
mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka
percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa
perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang
baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap
"pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama
ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak
diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik.
Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan
korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam
suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi
sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi
sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan
remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua
atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau
pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan
sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
Peranan orang tua atau pendidik amatlah besar dalam
memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri
remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan
alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik.
Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku
akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban
di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya
jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan
dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai
menajam.
7. Perkembangan Kepribadian
Secara umum penampilan
sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, namun
sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu mengambarkan pribadi yang
sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini amatlah penting bagi
remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata, sehingga
orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung dikucilkan. Disinilah
pentingnya orangtua memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan
martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau
penampilan.[13]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
peranan orang tua adalah sebagai orang tua : Mereka membesarkan, merawat, memelihara, dan
memberikan anak kesempatan untuk berkembang.
Sebagai guru : Pertama mengajar ketangkasan motorik, keterampilan melalui
latihan-latihan. Kedua adalah mengajarkan peraturan-peraturan tata cara
keluarga, dan tatanan lingkungan masyarakat. Ketiga adalah menanamkan pedoman
hidup bermasyarakat. Sebagai tokoh
teladan : Orang tua sebagai tokoh yang ditiru pola tingkah lakunya, cara
berekspresi, cara berbicara. Sebagai pengawas : Orang tua sangat memperhatikan, mengamati kelakuan,
tingkah laku anak. Mereka mengawasi anak agar tidak melanggar peraturan dirumah
maupun diluar lingkungan keluarga (tidak-jangan-stop).
Pendidikan Agama Islam adalah suatu sistem yang
memungkinkan seseorang (peserta didik) agar dapat mengarahkan kehidupannya
sesuai dengan ideologis atau gaya pandang umat islam selama hidup di dunia.
Masa remaja merupakan
masa untuk mencari identitas/jati diri. Individu ingin mendapat pengakuan
tentang apa yang dapat ia hasilkan bagi orang lain. Apabila individu berhasil
dalam masa ini maka akan diperoleh suatu kondisi yang disebut identity
reputation (memperoleh identitas). Apabila mengalami kegagalan, akan mengalami Identity Diffusion (kekaburan
identitas). Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa
ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya.
B.
Saran
Semoga dengan tersusunya makalah ini dapat memberikan
gambaran dan menambah wawasan kita tentang peran orang tua dalam pendidikan
agama Islam pada anak usia remaja. Dari pembahasan materi ini kami mengalami
beberapa kendala dalam penyusunan makalah. Oleh karena itu kami membutuhkan
saran dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anne, A., 2002. Pentingnya peran
orang tua dalam mendidik Anak pada 17 Maret 2012 http://www.anneahira.com/peranan-orang-tua-dalam-mendidik-anak.htm.
Azmi, M., 2006, Pembinaan Akhlak Anak Usia
Pra Sekolah, Jogjakarta : Cupid.
Majid, A, Andayani, D., 2004, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung
: PT Remaja Rosdakarya.
Purwanto, N., 2006, Ilmu
Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Wirawan, S., 2008, Psikologi Remaja, Jakarta : PT. Grafindo Persada.
[2] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan
Teoritis dan Praktis,( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), Cet, ke-17,
Jilid 2, h. 82
[3] Ahira Anne,
2002. Pentingnya peran orang tua dalam
mendidik Anak pada 17 Maret 2012 http://www.anneahira.com/peranan-orang-tua-dalam-mendidik-anak.htm.
[4]
http://fosqi-kairo.blogspot.com/2011/10/peran-orang-tua-dalam-pendidikan-anak.html
[5] Abdul Majid dan Dian
Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 130
[6] http://www.sarjanaku.com/2011/05/.Pendidikan Agama Islam > Pengertian, Tujuan, Ruang
Lingkup html
[9] Abdul Majid dan Dian Andayani, op. Cit., h. 134
[11] Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi
Remaja, ( Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2008), Edisi Revisi-12, h. 4
0 komentar:
Posting Komentar