PERBANDINGAN MAZHAB FIQH
PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG WAKTU MELEMPAR JUMRAH DALAM HAJI
Oleh : Witry Yulia
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI-YDI)
LUBUK SIKAPING
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Rukun haji ialah
sesuatu yang harus dikerjakan, dan haji tidak sah tanpa rukun tersebut. Rukun
tidak dapat diganti dengan dam (denda), yaitu meyembelih binatang. Wajib haji
ialah sesuatu yang harus dikerjakan, dan haji tetap sah bila wajib haji itu
tidak dilaksanakan dan boleh diganti dengan dam (menyembelih binatang).
Bagi setiap haji,
baik haji tamattu, qiran, atau ifrad diwajibkan melempar jumrah di Mina. Jumlah
jumrah tersebut sebanyak sepuluh. Pertama pada hari raya, yang dinamakan
Jumratull ‘Aqabah adalah amalan haji pertama yang dilakukan di Mina pada
tanggal 10 Dzulhijjah. Mengenai waktu melempar jumrah ‘aqabah terdapat
perbedaan pendapat yaitu yang pertama melontar Jumrah Sesudah Terbit Matahari
dan yang kedua melontar Jumrah Sebelum Terbit Fajar. Mengenai mabit (bermalam)
di Mina tempat melontar jumrah ada dua pendapat yaitu: pendapat Imam Malik,
Imam Ibnu Hambali, dan Imam Syafi’i, mabit di Mina pada hari-hari Tasyriq
hukumnya wajib sedangkan pendapat Imam Abu Hanafiyah dan pendapat lain dari
Imam Syafi’i mabit di Mina hukumnya sunat.
B.
Tujuan
Mengetahui
perbedaan pendapat tentang waktu melempar jumrah dalam haji.
BAB II
PERBEDAAN
PENDAPAT TENTANG WAKTU MELEMPAR JUMRAH
DALAM
HAJI
Perkataan wajib dan rukun, biasanya mempunyai pengertian
yang sama. Namun dalam ibadah haji ada perbedaan pengertian. Rukun ialah
sesuatu yang harus dikerjakan dan haji tidak sah, tanpa rukun tersebut. Rukun
tidak dapat diganti dengan dam (denda), yaitu meyembelih binatang. Wajib ialah
sesuatu yang harus dikerjakan, dan haji tetap sah bila wajib haji itu tidak
dilaksanakan dan boleh diganti dengan dam (menyembelih binatang).[1]
Melempar jumrah adalah salah satu wajib haji, yaitu
melempar jumrah ‘aqabah dan melempar tiga jumrah.
A. Melempar
(Melontar) Jumrah ‘Aqabah
Melempar jumrah ‘aqabah
dilaksanakan pada hari raya haji, 10 Dzulhijjah, sebagaimana sabda Rasulullah:
Dari Jabir katanya: Saya melihat Nabi SAW, melempar jumrah
dari atas kendaraan beliau pada hari raya, lalu beliau bersabda: Hendaklah kamu
turuti cara ibadah sebagaimana yang saya kerjakan ini, karena sesungguhnya saya
tidak mengetahui, apakah saya akan dapat mengerjakan haji lagi sesudah (haji)
ini. (HR. Ahmad, Muslim dan Nasai).
Jumrah ‘aqabah disebut juga dengan jumrah al-kubra. Kemudian mengenai waktu
melempar jumrah ‘aqabah terdapat perbedaan pendapat.
1.
Melontar Jumrah Sesudah Terbit Matahari
Imam Abu Hanifah, Malik, Sufyan, dan Imam Ahmad,
berpendapat, melontar jumrah ‘aqabah dilaksanakan sesudah terbit matahari.
Bahkan Imam Malik menegaskan, bahwa ada orang yang melontar jumrah sebelum
fajar, harus mengulangi kembali.[2] Hambali dan Imamiyah
berpendapat tidak boleh melempar jumrah ‘aqabah sebelum terbit fajar tanpa ada udzur, ia harus mengulangi lagi. Tetapi
mereka boleh untuk mendahulukannya bila ada udzur,
seperti tidak mampu (kembali sakit dan takut).[3]
Mereka berpengangan kepada hadits Ibnu Abbbas, Rasulullah
bersabda:
Janganlah kamu
melontar jumrah sehingga terbit dahulu matahari. (HR. Lima orang ahli hadits).
Telah ijma’ ulama,
disunatkan melontar jumrah mulai dari terbit matahari sampai zawal (lewat
tengah hari). Sekiranya ada orang yang melontar jumrah sebelum terbenam
matahari, dianggap telah memadai. Namun
Imam Malik mengatakan disunatkan membayar dam (menyembelih kambing).
Sekiranya ada orang
yang melontar jumrah sesudah malam hari, atau keesokan harinya terdapat
perbedaan pendapat:
a.
Imam Malik mengatakan harus membayar dam.
b.
Imam Abu
Hanifah mengatakan, bila orang itu melontar
jumrah pada malam harinya, tidak usah membayar dam dan bila melontar jumrah
pada keesokan harinya harus membayar dam.
c.
Imam Syafi’i, Abu Yusuf dan Muhammad (sahabat
dan murid Abu Hanifah) mengatakan, tidak usah membayar dam, walaupun melontar
jumrah pada malam harinya. Mereka beralasan, bahwa Nabi memberi kelonggaran (rukhshah) bagi pengembala unta.
Sekiranya ada kesulitan tentu dapat dibenarkan.[4]
2.
Melontar Jumrah Sebelum Terbit Fajar
Syafiiyah dan
Hanabilah berpendapat,bahwa melontar jumrah sesudah tengah malam menjelang hari
raya dan lebih afdal sesudah terbit matahari. Mereka beralasan, bahwa Nabi
pernah menyuruh Ummu Salamah melontar jumrah ‘aqabah sebelum terbit fajar.
Demikian juga Asma’ pernah melakukan pelontaran jumrah ‘aqabah sebelum terbit
fajar.[5]
Imam Thabari
mengatakan, Imam Syafi’i berpegang kepada hadits Ummu Salamah dan Asma’ yang
membolehkan melontar jumrah ‘aqabah pada malam hari menjelang hari raya,
kemudian lasung ke Mekah untuk melakukan thawaf ifadhah (rukun haji).[6]
B. Melempar
Tiga Jumrah
Melempar tiga jumrah
dilaksanakan setiap hari pada hari tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah) sesudah
zawal (tergelincir matahari), sebagaimana hadits Ibnu Abbas.
Rasulullah melontar
jumrah sesudah matahari tergelincir. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Dengan demikian tidak
boleh melepar jumrah sebelum zawal. Sesudah zawal dimulai melontar jumrah
sampai menjelang matahari terbenam. Sekiranya melontar pada malam harinya,
mesti diqadha menurut Malikiyah, karena keluar dari waktu yang ditetapkan.
Sedangkan menurut Hanafiyah, bila melontar pada malam harinya dan sebelum terbit
fajar, dibolehkan dan tidak usah membayar dam. Hanabilah berpendapat, tidak
boleh melontar jumrah kecuali pada siang hari sesudah zawal. Syafiiyah
berpendapat, waktu melontar dimulai dari zawal sampai terbenam matahari.[7]
Imamiyah juga
berpendapat waktu melempar jumrah tersebut mulai dari terbitnya matahari sampai
terbenamnya. Kalau ia lupa ia harus melaksanakan besoknya. Kalau lupa lagi, ia
harus melaksanakannya pada hari kedua belas. Dan kalaupun tidak ingat juga,
maka ia harus melaksanakannya pada hari ketiga belas. Dan apabila lupa
selamanya sampai keluar dari Mekkah, maka ia harus melaksanakannya pada tahun
yang akan datang, baik dilakukannya sendiri, atau diwakilkan pada orang lain.[8]
C. Hukum Mabit
(Bermalam) di Mina
Mengenai mabit
(bermalam) di Mina tempat melontar jumrah ada dua pendapat yaitu:
1.
Pendapat Imam Malik, Imam Ibnu Hambali, dan
Imam Syafi’i, mabit di Mina pada hari-hari tasyriq hukumnya wajib, kecuali
karena udzur syari’. Apabila sama sekali tidak mabit pada hari-hari tasyriq
(11,12, dan 13 Dzulhijjah) wajib membayar dam seekor kambing.
Apabila meninggalkan
mabit satu malam maka wajib membayar fidyah 1 mud (3/4 liter beras atau
semacamnya), dan apabila meninggalkan mabit 2 malam (bagi yang nafar sani),
maka fidyahnya2 mud.
2.
Pendapat Imam Abu Hanafiyah dan pendapat lain
dari Imam Syafi’i mabit di Mina hukumnya sunat. Apabila sama sekali tidak mabit
di Mina pada hari-hari tasyriq disunatkan membayar dam seekor kambing dan
apabila hanya sebagian saja maka di sunatkan membayar fidyah.[9]
D. Syarat-syarat
Melempar Jumrah
Melempar beberapa jumrah mempunyai syarat-syarat sebagai
berikut:
1.
Niat, Imamiyah mengaharuskannya.
2.
Lemparan itu harus dengan tujuh batu, secara
sepakat.
3.
Lemaparan itu harus dengan batu secara
satu-satu. Dan tidak boleh dua-dua, atau juga sekaligus, menurut sepakat semua
ulama.
4.
Batu yang dilempar itu harus sampai ke
Jumrah, yakni mencapai sasarannya, secara sepakat.
5.
Sampainya batu harus dilakukan (dengan cara)
dilempar. Maka tidak cukup hanya dengan jatuh, menurut Imamiyah, Syafi’i. Tetapi
menurut Hambali dan Hanafi boleh.
6.
Yang dilempar itu harus batu. Maka tidak
cukup dengan garam, besi, kuningan, bambu, dan tembikar, menurut semua ulama
mazhab selain Abu Hanifah. Ia berpendapat: Setiap sesuatu yang sejenis dari
tanah dibolehkan, baik tembikar, lumpur maupun batu.
7.
Batu-batu yang dilempar itu adalah batu-batu
yang belum pernah dipakai untuk melempar, hal ini dijelaskan oleh Hambali,
tetapi tidak disyaratkan suci dalam melempar, namun bila suci itu lebih utama.[10]
Imamiyah, batu yang
akan dilempar itu disunnahkan batu yang sebesar ujung jari, dan warnanya adalah
khirsy, tidak hitam, tidak putih, dan
tidal merah. Mazhab yang lain disunnahkan sebesar biji kacang.
Imamiyah, bagi orang
yang haji disunnahkan untuk mengerjakan semua perbuatan-perbuatan haji itu
dengan menghadap kiblat, kecuali pada jumrah ‘aqabah pada hari raya.
Disunnahkan pula batu bundar karena Nabi SAW melempar dengan batu bundar.
Mazhab lain, bahkan disunnahkan menghadap kiblat dalam semua keadaan.[11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melempar jumrah
adalah salah satu wajib haji, yaitu melempar jumrah ‘aqabah dan melempar tiga
jumrah. Melempar jumrah ‘aqabah dilaksanakan pada hari raya haji, 10 Dzulhijjah.
Kemudian mengenai waktu melempar jumrah ‘aqabah terdapat perbedaan pendapat. Melontar
Jumrah Sesudah Terbit Matahari : Imam
Abu Hanifah, Malik, Sufyan, dan Imam Ahmad, berpendapat, melontar jumrah
‘aqabah dilaksanakan sesudah terbit matahari.Hambali dan Imamiyah berpendapat
tidak boleh melempar jumrah ‘aqabah sebelum terbit fajar tanpa ada udzur.
Melontar jumrah
sesudah malam hari, atau keesokan harinya terdapat perbedaan pendapat : Imam
Malik mengatakan harus membayar dam, Imam
Abu Hanifah mengatakan, bila
orang itu melontar jumrah pada malam harinya, tidak usah membayar dam dan bila
melontar jumrah pada keesokan harinya harus membayar dam, Imam Syafi’i, Abu
Yusuf dan Muhammad (sahabat dan murid Abu Hanifah) mengatakan, tidak usah
membayar dam.
Melontar Jumrah
Sebelum Terbit Fajar : Syafiiyah dan Hanabilah berpendapat,bahwa melontar
jumrah sesudah tengah malam menjelang hari raya dan lebih afdal sesudah terbit
matahari.
Melempar tiga jumrah
dilaksanakan setiap hari pada hari tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah) sesudah
zawal (tergelincir matahari). Melontar pada malam harinya, mesti diqadha
menurut Malikiyah. Sedangkan menurut Hanafiyah, bila melontar pada malam harinya
dan sebelum terbit fajar dibolehkan. Hanabilah berpendapat, tidak boleh
melontar jumrah kecuali pada siang hari sesudah zawal. Syafiiyah berpendapat, waktu
melontar dimulai dari zawal sampai terbenam matahari. Imamiyah juga berpendapat
waktu melempar jumrah tersebut mulai dari terbitnya matahari sampai terbenamnya.
Mengenai mabit di
Mina tempat melontar jumrah ada dua pendapat yaitu: Pendapat Imam Malik, Imam
Ibnu Hambali, dan Imam Syafi’i, mabit di Mina pada hari-hari tasyriq hukumnya
wajib. Pendapat Imam Abu Hanafiyah dan pendapat lain dari Imam Syafi’i mabit di
Mina hukumnya sunat.
Melempar jumrah
mempunyai syarat-syarat sebagai berikut: Niat, Imamiyah mengaharuskannya, sampainya
batu harus dilakukan (dengan cara) dilempar menurut Imamiyah, Syafi’i. Tetapi
menurut Hambali dan Hanafi boleh. Menurut
semua ulama mazhab selain Abu Hanifah. Ia berpendapat: Setiap sesuatu yang
sejenis dari tanah dibolehkan, baik tembikar, lumpur maupun batu. Batu-batu
yang dilempar belum pernah dipakai untuk melempar, hal ini dijelaskan oleh
Hambali.
Imamiyah, batu yang
akan dilempar itu disunnahkan batu yang sebesar ujung jari, dan warnanya adalah
khirsy. Mazhab yang lain disunnahkan
sebesar biji kacang. Imamiyah, bagi orang yang haji disunnahkan untuk
mengerjakan semua perbuatan-perbuatan haji itu dengan menghadap kiblat.
- Saran
Semoga
dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan gambaran dan menambah wawasan
kita tentang perbedaan pendapat waktu melempar jumrah dalam haji. Walaupun
terjadi perbedaan pendapat tentang waktu melempar jumrah dalam haji oleh mazhab
fiqh, tentu kita tidak boleh saling menjatuhkan antara mazhab yang satu dengan
mazhab yang lainnya dan menganggap aliran mazhab yang kita ikuti lebih benar.
Karena Imam mazhab tersebut tentu mempunyai dalil atau dasar hukum untuk
memperkuat pendapatnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasan, M, A, 2000, Perbandingan Mazhab Fiqh, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Mughniyah, M, J, 2002, Fiqh Lima Mazhab, Jakarta : PT Lentera
Basritama.
[1]
M. Ali Hasan, 2000, Perbandingan Mazhab Fiqh, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, h.
119
[2]
Ibid, h. 120
[3]
Muhammad Jawad Mughniyah, 2002, Fiqh Lima
Mazhab, Jakarta : PT Lentera Basritama, h. 274
[4]
M. Ali Hasan, op.cit, h. 121
[5]
Ibid.
[6]
Ibid, h. 121-122
[7]
Ibid, h. 122-123
[8]
Muhammad Jawad Mughniyah, op. Cit, h, 275
[9]
M. Ali Hasan, op.cit, h. 124-125
[10]
Muhammad Jawad Mughniyah, op. cit, h. 275-276
[11]
Ibid. h. 276
0 komentar:
Posting Komentar