BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Kamis, 19 September 2013

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PERIODE PEMBAHARUAN POLA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM



SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PERIODE PEMBAHARUAN
POLA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM
Oleh : WITRY YULIA

Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran umat islam sebagaimana dampak pada masa sebelumnya, maka pada garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam. Ketiga pola tersebut antara lain:
1.    Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi kepada pola pendidikan modern di Eropa.
Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat, pada dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami oleh Barat adalah sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Mereka juga berpendapat bahwa apa yang dicapai bangsa-bangsa Barat sekarang, tidak lain adalah merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di Dunia Islam. Maka untuk mengembalikan kekuatan  dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut harus di kuasai kembali.
Penguasaan harus dicapai melalui proses pendidikan, untuk itu harus meniru pola pendidikan yang dikembangkan oleh dunia Barat. Dalam hal ini usaha pembaharuan pendidikan islam yang dilakukan adalah dengan mendirikan sekolah-sekolah dengan pola sekolah Barat, baik sistem maupun pendidikannya. Selain itu dilakukan juga pengiriman pelajar-pelajar ke Dunia Barat terutama ke Prancis untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Pembaharuan pendidikan dengan pola Barat ini, mula timbul di Turki Usmani pada Akhir abad 11 H/17M, setelah kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur, yang merupakan benih timbulnya usaha sekularisasi Turki yang berkembang kemudian dan membentuk Turki Modern. Sultan Mahmud II (yang memerintah  di Turki Usmani 1807- 1839 M), adalah pelopor pembaharuan pendidikan Turki.
Usaha pembaharuan pendidikan Islam yang dilaksakan oleh Sultan Mahmud II sebagai berikut:
Ø  Perubahan yang diadakan oleh sultan Mahmud II kemudian mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaharuan ialah perubahan dalam bidang pendidikan.
Ø  Mengeluarkan perintah supaya anak sampai umur dewasa jangan dihalangi untuk masuk madrasah.
Ø  Mengadakan perubahan dalam kurikulum Madrasah dengan menambahkan ilmu pengetahuan umum.
Ø  Mendirikan dua sekolah pengetahuan umum yaitu Mekteb-i Ulum (Sekolah Pengetahuan Umum), Mekteb-i Ulum-i Edebiye (Sekolah Sastra). Kedua sekolah di ajarkan bahasa Perancis, ilmu bumi, ilmu ukur, sejarah dan politik.
Ø  Mendirikan sekolah militer, Sekolah teknik, Sekolah kedokteran, dan Sekolah pembedahan.
Ø  Mengirim siswa-siswa ke Eropa untuk memeperdalam ilmu pengetahuan dan teknologi lansung dari pengembangannya.
Pola pembaharuan pendidikan yang berorientasi ke Barat, juga dampak dalam usaha Muhammad Ali Pasya di Mesir yang berkuasa tahun (1805M-1848 M). Muhammad Ali Pasya melaksakan pembaharuan pendidikan di Mesir, mengadakan pembaharuan dengan jalan mendirikan berbagai macam sekolah yang meniru sistem pendidikan dan pengajaran Barat. Di sekolah sekolah tersebut di ajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan, bahkan untuk memenuhi tenaga guru ia mendatangkan guru-guru dari Barat. Di samping itu mengirim sejumlah pelajar ke Barat Dengan tujuan mereka menguasai ilmu pengetahuan Barat dan selanjutnya mampu mengembangkan di Mesir.
Dalam Rangka mengalihkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang di Barat, Muhammad Ali menggalakkan penerjemahan buku-buku Barat ke dalam bahasa Arab, Bahkan mendirikan sekolah penerjemahan.
2.    Gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada sumber islam yang murni.
Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya islam sendiri merupakan sumber dari kemajuan dan perkembangan peradapan dan ilmu pengetahuan modern. Islam sendiri sudah penuh dengan ajaran-ajaran dan pada hakekatnya mengandung potensu untuk membawa kemajuan dan kesejahteraan serta kekuatan bagi umat manusia.
Pola pembaharuan ini telah dirintis oleh Muhammad bin Abdal Wahab, kemudian dicanangkan kembali oleh Jamaluddin Al-Afgani dan Muhammad Abduh ( akhir abad 19 M ). Menurut Jamaluddin Al-Afgani, pemurnian ajaran islam kembali kedalam Alqur’an dan Hadist dalam arti yang sebenarnya tidaklah mungkin. Ia berkeyakinan bahwa islam adalah sesuai dengan untuk semua bangsa, semua zaman, dan semua keadaan.
Kalau kelihatan ada pertentangan tentang ajaran-ajaran islam dengan kondisi yang dibawa perubahan zaman dan perubahan kondisi, penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru tentang ajaran islam, seperti tercantum dalam Al-qur’an dan hadist. Untuk interpretasi itu diperlukan Ijtihad dan karenanya pintu ijtihad harus karenanya pintu ijtihad itu dibuka.
Keharusan pembukaan pintu ijtihad dan pemberantasan taklid, selanjutnya memerlukan kekuatan akal. Dalam hal ini diperlukan pendidikan intelektual. Menurut Muhammad Abduh Al-qur’an bukan semata berbicara kepada hati manusia, tetapi juga kepada akalnya, Islam menurutnya adalah agama rasional, dan dalam islam, akal mempunyai kedudukan yang sangat tinggi. Kepercayaan kepada kekuatan akal adalah dasar peradapan suatu bangsa, dan akallah yang menimbulkan kemajuan dan ilmu pengetahuan. Selain itu menurut Muhammad Abduh, bahwa ilmu pengetahuan modern dan islam adalah sejalan dan sesuai, karena dasar ilmu pengetahuan modren adalah sunnatullah, sedangkan dasar islam adalah Wahyu Allah.Kedua-duanya berasal dari Allah, oleh karena itu umat islam harus menguasai keduanya. Umat islam harus mempelajari dan mementingkan ilmu pengetahuan modern disamping ilmu pengetahuan keagamaan.
3.    Usaha pembaharuan pendidikan islam yang berorientasi pada nasionallisme.
Rasa nasionalisme timbul bersamaan dengan berkembangnya pola kehidupan modern, dan mulai dari barat. Umat islam mendapati kenyataan bahwa mereka terdiri dari berbagai bangsa yang berbeda latar belakang dan sejarah perkembangan kebudayaannya. Merekapu hidup bersama dengan orang-orang yang beragama lain tapi sebangsa. Ini jugalah yang mendorong perkembangan rasa nasionalisme di dunia islam.
Di samping itu adanya keyakinan di kalangan pemikir-pemikir pembaharuan di kalangan umat islam. Bahwa pada hakikatnya ajaran islam bisa diterapkan dan sesuai dengan segala zaman dan tempat.
Golongan nasionalis ini, berusaha untuk memperbaiki kehidupan umat islam dengan memperhatikan situasi dan kondisi objektif umat islamyang bersangkutan. Dalam usaha tersebut, bukan semata-mata mengambil unsur-unsur budaya Barat yang sudah maju, tetapi mengambil unsur-unsur yang berasal dari budaya warisan bangsa.





DAFTAR PUSTAKA

Zuhairini, dkk. 1985. Sejarah  Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Nizar, S. 2007. Sejarah  Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana.

0 komentar: